Cerita Seram dan Menakutkan Nyata Istana Paku Bulan Part 2 (Musbah Keluarga Dhe Muin)

Cerita Seram dan Menakutkan Nyata Istana Paku Bulan Part 2 (Musbah Keluarga Dhe Muin)

Kisah sebelumnya di Part 1

"Alah, sampean kui. Ngopo medeni aku. Genah aku wong kene kok" (Ah, anda itu. Buat apa menakutiku. Aku kan orang sini) Gerutu dhe Sa'an.

Dhe Muin pun pergi menaiki jalanan setapak ke arah desa seberang. Dhe Sa'an masih terus memandanginya. Seakan ia memperhatikan sosok lain yang berjalan dibelakang dhe Muin.

Ilustrasi penampakan (idntimes.com)

Dhe Sa'an tak mengira, malam itu akan terjadi sesuatu pada dhe Muin yang akan membuat keluarganya panik dan khawatir.

Benar saja, keesokan harinya keluarga dhe Muin benar-benar dibuat kelabakan. Sudah lewat pagi dan siang, dhe Muin belum juga sampai di rumah.

Keluarganya mencari-cari hingga ke desa seberang, namun tak juga menemukan keberadaannya.

Tapi, hal mengerikan terjadi pada keluarga orang yang pergi bersama dhe Muin, sebut saja lek Tarjo.

Rupanya, sebelum adzan subuh berkumandang, ada kejadian aneh menimpa anak lek Tarjo yang masih balita.

Dari apa yang disampaikan oleh mertua lek Tarjo, cucunya yang tidur bersama ibunya, tiba-tiba meronta-ronta.

Tak ada suara tangis, cucunya itu meronta dan membuat ibunya kaget. Karena panik, ibu anak itu memanggil orang tuanya yang tinggal serumah.

Namun, begitu mereka tiba di kamar, tubuh anak kecil itu sudah bersimbah darah, yang keluar dari setiap lubang ditubuhnya.

Tubuh anak itu pun telah melemas dengan mata terbuka. Sontak, hal itu membuat istri lek Tarjo berteriak histeris sampai akhirnya tergeletak pinsan didepan jasad anaknya.

Begitu juga dengan mertua pak tarjo, yang langsung berlari keluar dari rumah dan berteriak minta tolong.

Teriakan mertua lek Tarjo membuat warga kampung kaget dan berdatangan menuju rumahnya.

Salah satu yang datang merupakan seorang kyai desa, yang saat melihat kondisi anak itu langsung menanyakan keberadaan lek Tarjo.

"Iki lek Tarjo nang ngendi?"

(Ini pak Tarjo dimana?)

"Mau bengi kui jarene pak mancing pak yai. Mboh saiki nang ngendi wong e."

(Semalam katanya mau mancing pak kyai. Tak tau sekarang dimana orangnya.) jawab mertua lek Tarjo yang masih panik dan menangisi cucunya.

"Iki mesti ono opo-opo karo lek Tarjo. Lek-lek, ayo diluru bareng".

(Ini pasti ada apa-apa dengan Pak Tarjo. Bapak-bapak, ayo cari kita cari sama-sama)

Beberapa warga laki-laki pun mencoba mencari keberadaan lek Tarjo disekitar bantaran sungai itu. Namun, sampai matahari muncul pun belum ada yang berhasil menemukan lek Tarjo.

Dan siang itu, keluarga dhe Muin malah datang dan mencari dhe Muin yang ternyata pergi bersama lek Tarjo.

Dhe Muin dan lek tarjo menghilang selama seharian penuh. Dan miris, pak Tarjo tak sampai menyaksikan anaknya dimakamkan.

Kyai desa yang masih menemani keluarga pak Tarjo, lalu mengatakan sesuatu pada kedua keluarga yang kehilangan.

"Niki keluargane panjenengan, rogo lan sukmone iseh kesasar. Tapi bakale bali."

(Ini keluarga kalian, jiwa dan raganya masih tersesat. Tapi nantinya akan pulang). Jelas pak kyai.

"Sing disayangke, memang ono hal sing wes kadung kedadean. Njenengan ojo sampe nyalahke sopo-sopo masalah anakmu. Mungkin, pancen wes takdir e keluargamu kudu kelangan. Tapi, mugo-mugo ono hikmahe" (Sayangnya, memang ada hal yang sudah terlanjur terjadi. Kalian jangan menyalahkan siapapun perihal anakmu. 

Mungkin sudah takdirnya keluargamu harus merasakan kehilangan. Tapi, semoga saja ada hikmahnya).

Malam itu pun, kedua keluarga mengadakan acara tahlilan, yang dikhususkan untuk mengirim doa untuk anak lek Tarjo dan keselamatan mereka yang masih menghilang.

Ke esokan harinya, dhe Sa'an yang masih sibuk menarik jukung, berbicara dengan penumpangnya.

"Wingi bengi kui, sak durunge njaring, lek Muin ki numpak jukungku."

(Malam itu, sebelum menjaring, pak Muin itu naik jukungku)

"Tapi, sakwise de'e mudhun, terus lungo pancen ono sing meloni. Ora suwi, boyo ne metu, nggeplakke buntut e."

Ilustrasi (dreamstime.com)

(Tapi, setelah turun, lalu pergi, memang seperti ada yang mengikuti. Tak lama, ada buaya yang muncul, lalu menabok air dengan ekornya).

Beberapa warga yang mendengar, agak tertegun mendengarnya. Pasalnya, mereka tau bahwa jika buaya penunggu sungai itu sampai keluar, tandanya istana itu sedang kedatangan Tamu.

"Sakjane aku meh ngandani dhe muin. Tapi wong e tak nteni ning kali kok rak katok. Nganti tak kiteri nggon kenenan, ora temu"

(Sebenarnya, aku mau kasih tau dhe Muin. Tapi orangnya-

Kutungguin disini kok tidak keliatan. Sampai aku berkeliling sekitar sini, tak ketemu).

Dan semua orang pun menyadari alasan kenapa kedua orang itu menghilang dan belum kembali.

Sore harinya, tepat sebelum adzan maghrib, dua orang yang dikabarkan hilang, muncul dari area bantaran sungai. Dhe Muin, terlihat sedang menggerutu dan lek Tarjo terlihat tak menghiraukannya.

"Kowe ki, ngopo ditawani mangan enak ora gelem"

(Kamu itu, kenapa ditawari makan enak kok menolak).

"Lha kowe ki wes tak kandani malah melu-melu! Kowe rak reti sing mok pangan kui opo!"

(Kamu itu sudah kubilangin malah ikutan makan! Kamu tak tau apa yang kamu makan itu!)

Lek tarjo tetap menghiraukan dhe Muin yang masih terus menyalahkannya.

Keduanya pun kembali ke rumah masing-masing. Saat berjalan menuju rumahnya, dhe Muin diserbu oleh para warga yang menanyakan keadaannya.

Ia masih terlihat tenang, dan mengajak semua warga untuk ikut ke rumahnya. Disana lah, dhe Muin akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Sedangkan saat lek tarjo sampai di area desanya, semua warga pun mengejar dan mengantarkannya pulang.

Beberapa warga sampai ada yang berteriak dan histeris melihat lek Tarjo. Seakan mensyukuri lek Tarjo bisa pulang dengan selamat.

"Sing sabar yo lek. Sing sabar!"

Seru seorang wanita tua tetangga lek Tarjo.

"Nangopo nju? Ono opo iki?"

(Kenapa bu? Ada apa ini?)

"Wes, ayok bali disik."

(Sudah, ayo pulang dulu).

"Anakmu Jo!" ada seorang warga yang berteriak.

Dan seketika, lek Tarjo langsung berlari menuju rumahnya, saat mendengar nama anaknya.

Betapa luluh lantaknya hati lek Tarjo, mendapat kabar bahwa anaknya telah meninggal saat ia pergi.

Lek Tarjo tak menyangka, hal buruk itu akan menimpanya. Ia sempat tak percaya saat orang-orang mengatakan bahwa ia telah pergi selama hampir 3 hari. Pasalnya, menurut lek Tarjo ia dan dhe Muin hanya pergi tidak sampai satu malam.

Lek Tarjo masih belum menyadari penyebab kematian anaknya, sampai ia mendengar penjelasan Kyai desa itu.

Sementara itu, sesampainya dhe Muin di rumahnya, ia bergegas untuk segera mandi. Menurutnya, hal pertama yang harus ia lakukan adalah mandi wajib, untuk menghilangkan segala hadast besar yang entah sengaja atau tak sengaja terbawa ditubuhnya.

Ia cukup mengerti kejadian apa yang baru saja ia alami.

Sehabis mandi, ia segera menanyakan keadaan putranya yang masih bayi. Dan bersyukur bahwa tidak terjadi apa-apa saat ia tak di rumah.

Untuk itu, ia segera menjalankan sholat disertai sholat ghaib untuk siapa pun yang menjadi korban atas kejadian itu.

Baru lah, setelah ia selesai sholat dan kemudian menyempatkan diri membaca Alquran dan tahlil, ia menemui keluarga dan beberapa tetangga yang datang ke rumahnya.

Terjadi pembicaraan yang cukup panjang saat itu. Karena dhe Muin pun akhirnya menceritakan apa yang dialaminya.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"