Entah siapa yang memulai, saat ini masyarakat Indonesia menganggap menu nasi sebagai makanan pokok sehari-hari. Bahkan ada ungkapan 'belum makan kalau belum makan nasi'. Padahal masih banyak menu makanan utama lain yang dapat memasok karbohidrat dalam tubuh. Seperti kentang, ubi, singkong, jagung, dan sagu.
Alternatif nasi ini justru lebih baik karane mudah menghitung jumlah karbohidrat untuk setiap porsinya. Seperti ubi atau kentang yang relatif mudah untuk dihitung karena beratnya relatif sama. Berbeda dengan nasi yang kadang suka susah mengitung karena poris satu orang berbeda dengan orang lain. Karbohidrat sendriri merupakan makronutrien yang dibutuhkan tubuh sebagai bahan bakar. Energi yang dihasilkan dari pembakaran karbohidrat dapat membantu kita melakukan berbagai aktivitas.
Menurut ahli nutrisi yang kerap meneliti tengang kandungan karbohidrat dalam makanan, terlalu banyak makan nasi justru memunculkan beberapa dampak negatif. "Satu kalori surplus. Kalori itu energi, jadi kalau (tubuh) kita kebanyakan energi otomatis menjadi cadangan. Cadangan energi adalah lemak jadinya lemak di tubuh bertambah," jelasnya ahli nutrisi tersebut.
Jumlah lemak yang bertambah otomatis menambah berat badan. Bila dibiarkan terus-menerus maka akan menyebabkan obesitas. Sama halnya dengan diabetes. Seseorang biasanya terkena penyakit tersebut apabila mengonsumsi makanan dan minuman yang indeks glikemiknya tinggi. Nasi merupakan salah satu makanan yang indeks glikemiknya cukup tinggi.
Akibat yang ketiga adalah membuat insulin menjadi cepat drop. Biasanya kondisi ini membuat seseorang menjadi cepat lelah dan lapar lagi. Sebagai contoh, saat makan kekenyangan biasanya kita akan jadi mengantuk. Atau dalam hitungan jam sudah merasa lapar lagi. Keduanya berkontribusi terhadap kelebihan berat badan.
Usahakan dari sekarang untuk mengurangi makan nasi yang disinyalir tidak baik untuk kesehatan dalam takaran berlebih. Maka tak heran bila beberapa orang sekarang mulai beralih ke makanan pengganti nasi seperti yang disebutkan di atas tadi.