Dua kota tersebut terkubur abu tebal dan terlupakan selama hampir 1.500 tahun. Keberadaannya baru terkuak pada 1738, dan baru pada 1863 arkeolog Italia, Guiseppe Fiorelli melakukan ekskavasi.
Lewat ekskavasi, terkuak puing-puing Pompeii. Fiorelli kemudian menyadari bahwa abu lunak di situs Pompeii adalah jejak kematian para penghuninya -- yang tragisnya terawetkan oleh abu. Jumlahnya ada sekitar 1.150 kerangka manusia.
Peristiwa yang mirip pernah terjadi di Dieng. Dusun Legetang, yang hanya berjarak 3 kilometer dari Kawah Sileri, tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun pada tahun 1955. Sebanyak 332 warga dan 19 penduduk dusun tetangga tewas.
"Tahun itu 1955, segala peralatan masih terbatas, jadi sangat sulit untuk mengevakuasi penduduk yang terkubur. Dan pemerintah lokal saat itu membiarkan desa itu terkubur," ujar Ketua Panitia Penyelenggara Dieng Festival, Alif Fauzi.
# Didirikan Prasasti untuk Penanda Pernah Terjadi Bencana Besar
Bencana besar yang menghilangkan Dusun Legetang tersebut kemudian ditandai dengan sebuah prasasti.
Pemerintah membuat tugu beton dan memasang prasasti yang terbuat dari besi. Prasasti tersebut bertuliskan huruf kapital dengan ejaan lama,
"TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955."
Mirip dengan kejadian yang menghancurkan Pompeii. Desas desusnya, Dusun Legetang mengalami bencana serupa karena tindak-tanduk orangnya.
Banyak warga lokal mengatakan bahwa tertimbunnya Legetang karena penduduknnya yang tak tahu diri. Diberi kesuburan tanah, tapi berperilaku tak elok.