Cerita Foto Horor Setan: Pengalaman Pribadi Yang Mengerikan Part 7
"anak itu" tanya Nia ni Asih mengangguk
ia lantas menyuruh Nia menggigit gambir sebelum mulai memijat kakinya di sela-sela ia melakukan itu ni Asih mengunyah banyak sekali bahan yang sudah ia persiapkan setelah semua dirasa siap ia mengambil sebilah pisau yang ia panaskan sedari tadi.
"Ini akan sangat sakit nak", tanpa membuang waktu ni Asih mengiris luka Nia dan Nia meronta-meronta teriakannya tertahan gambir yang ia gigit ototnya mengejang rasa sakit luar biasa yang bahkan Nia tidak pernah bayangkan sebelumnya Nia terus menerus mencoba melepaskan diri dari jeratan namun sia-sia.
Ada saat-saat dimana Nia bahkan berpikir untuk mati saja namunia terus sadar dan merasakan semuanya dunia seperti beputar semakin cepat ni Asih terus bergumam jampi-jampi yang bahkan Nia tidak tahu apa yang ia katakan yang Nia.
Sadar adalah ada sosok dibelakang ni Asih
sosok yang pernah Nia lihat berdiri dibelakang ni Asih menatapnya dengan kepala miring seakan menikmati rasa sakit yang Nia rasakan ni Asih lalu berteriak "AKU EROH KOEN NANG KENE!!" "saya tahu kamu ada disini"
Nia masih menekan rasa sakitnya bercampur dengan rasa takutnya "jangan takut nak yang kamu lihat adalah ibu saya" untuk kali pertama Nia mendengar suara ni Asih begitu lirih begitu menenangkan sosok itu hanya berdiri sebelum Nia akhirnya tidak sadarkan diri ia terbangun menatap ni Ika yang duduk disampingnya.
Ni Ika lantas bangun membelai rambut Nia memintanya untuk istirahat sebelum ni Asih masuk dan mengatakannya "malam ini kunci anak ini lagi di kamar itu".
"Apa tidak bisa ni bila dilakukan saat Nia sudah jauh lebih baik".
Ni Asih tersenyum sinis ia menatap Nia
"ia masih menganggap anaknya masih hidup anak yang sudah digugurkan itu. anak yang memang tidak ada sejak kejadian itu ia tidak akan melepaskan Nia tidak sampai Nia sendiri yang mengatakan si Anak bukanlah Nia itu sendiri Nia harus bertemu ibu saya."
Hari mulai petang mobil yang membawa Nia mulai memasuki pagar Nia melihat semua anak berkumpul menungguinya namun Nia tidak melihat kehadiran Silvi lantas Nia duduk di kursi roda ni Ika mendorongnya menuju kamar itu.
Sekarang Nia tahu bagaimana ni Ika menyembunyikan tangga rupannya begitulah cara pamong menyembunyikan segalanya ni Eva dan ni Elin membantu Nia menuntunnya perlahan-lahan hingga Nia bisa mencium lagi bau apak yang pernah ia hirup di dalam kamar ini.
Ni Ika mendudukkan Nia di sebuah kursi lusuh yang pernah Nia lihat sebelumnya Nia hanya duduk sembari mengawasi ni Ika yang membersihkan apa yang bisa ia bersihkan.
“Dulu rumah ini adalah rumah tempat wanita-wanita mengaborsi janin yang ia kandung” ucap ni Ika ia beberapa kali melirik Nia memastikan gadis itu tetap nyaman ditempat duduknya.
“Setiap hari berkali-kali jeritan ibu-ibu yang tidak siap mengurus anak terdengar di kamar bangsal-bangsal” ni Ika menatap nanar jendela “dan mungkin pemilik rumah ini adalah sosok paling berdosa dibalik semua peristiwa kelam itu.”
“Namun tidak ada yang pernah berpikir bahwa ia menyimpan penderitaan itu sendirian berkabung seorang diri sampai suatu malam ia bermimpi mimpi bahwa ia tengah mengandung seorang anak” ni Ika menatap Nia "namun yang sebenarnya terjadi ia tidak pernah mengandung."
"Setiap kali ia diingatkan bahwa ia tidak mengandung janin didalam perutnya ia menolak bersikeras bahwa ia mengandung" "ia akan marah dan meronta mengatakan bahwa kami membohonginya dan mencuri bayi miliknya lantas ia menjadi gila".
Ni Ika berbisik pelan, "untuk dosa dari banyak janin yang telah berhasil ia bantu gugurkan justru ia menanggung kesedihan teramat dalam yang membuat isi kepalanya rusak berkeping-keping" ni Ika masih menatap Nia "ia memanggil bayi kecilnya si Anak".
"Sianak" "sianak" "sianak" itulah yang ia katakan. "setiap hari ia melukai dirinya mengurung diri dikamar sendirian mencakari tubuhnya menjambak rambutnya terus dan terus menutup diri hingga" ni Ika melihat keatas langit-langit "mengakhiri dirinya di tali gantung di kamar ini".
"lalu siapa ni Asih ia bilang dia adalah ibunya?"
Ni Ika tersenyum "ia dia adalah ibunya ibu kami juga."
Nia tampak bingung sebelum ni Ika mengatakannya "kami semua anak angkat dan ia tidak pernah bisa memiliki bayi karena ia".
"Mandul" sahut Nia ni Ika mengangguk
"bila Nia bertanya alasan kenapa disetiap pintu terdapat lonceng adalah ia sangat suka menimang anak yang tidak pernah ada dengan suara lonceng itu ia menimang anak yang bahkan tidak pernah aku lihat ada" "ia mati dengan membawa kegilaan bahwa ia memiliki sianak".
"Lewati malam ini katakan padanya bahwa kau bukan sianak dan setelah itu aku akan mengatakan kepadamu ada sebuah keluarga yang siap menerimamu Nia selesaikan semuanya malam ini" ucap ni Ika ia melangkah ke pintu menutupnya setelah ni Eva dan ni Elin berpamitan.
Nia hanya duduk sendirian sementara malam semakin larut sayup angin masuk Nia merasakannya kehadirannya ia berdiri dibelakang Nia menyentuh rambutnya membelainya dengan lembut membisiki Nia dengan satu kalimat yang menusuk "anakku".
Terdengar riuh saat sesuatu merangkak keluar dari bawah ranjang tempat Nia melihat sosok janin yang pernah menghantuinya keluar gelagat mengerikan itu seakan tercium manakala sosok yang keluar adalah Silvi.
Nia terperanjat menatap Silvi yang sedari tadi rupannya bersembunyi disana "Nia" kata Silvi "Nia jangan bicara".
Silvi menatap Nia kali ini ia bisa menangkap bibir Silvi apa yang coba ia sampaikan apa yang ia coba katakan Nia bisa mendengarnya
sosok itu masih membelai rambut Nia seakan Nia bukan anaknya sementara Silvi ia berdiri dan memperhatikan Nia memintanya untuk tidak mengatakan sepatah katapun seakan Silvi pernah mengalaminya.
"Diam Nia diam saja" ia memperhatikan Nia dengan seksama sebelum ia mengalihkan pandanganya pada Silvi sosok itu mendekati Silvi.
"Nia boleh pergi Nia bukan sianak pergi Nia"
pintu tiba-tiba berderit terbuka Nia melihat Silvi dan sosok itu bersamaan itu Nia melangkah turun ada dorongan dimana ia harus mengikuti ucapan teman sekamarnya yang bahkan tidak dipahami oleh banyak orang namun Silvi ia lebih tau siapa dan kenapa ia harus menurutinya.
Saat Nia turun ia melihat ni Ika rupannya sudah menungguinya "anak itu disana ya". Nia mengangguk pasrah.
"Sial sekali nasib anak itu" sahut ni Ika "sejak pertama di rumah ini anak itu tak pernah punya kawan selain teman sekamarnya karena ia berteman dengan mereka".
"Mereka" ni Ika tersenyum lesuh "ia selalu bercerita ada bayi-bayi kecil yang selalu menemaninya bermain membuatnya dikucilkan dan dijadikan sumber masalah sampai ia masuk ke kamar itu dan mendapati penghuni kamar"
"Momok" kata Nia, "butuh waktu berbulan-bulan dulu untuk membuatnya bisa menjadi seperti sekarang karena setiap kali ia mengingat kejadian itu trauma yang membuatnya tidak bisa bicara lagi akan kembali selama ini aku yang menyembunyikan dia di kamar agar ia tidak menemuimu dulu".
"Namun ia pergi lagi dan bersikeras membantumu Silvi anak yang baik Nia sama seperti kamu" "setidaknya biarkan Silvi bersamanya ia tidak sendirian" ni Ika menuntun Nia memperhatikan kamar itu sebelum meninggalkan tempat itu.
"Pagi-pagi sekali kamu harus langsung pergi darisini tempat ini tidak bagus lagi untuk kamu tinggal pun dengan keadaan Silvi setelah ini maaf Nia kamu nurut saja ya" bisik ni Ika sebelum ia menutup pintu.
Namun setelah berjam-jam Nia mencoba menutup mata ia terbayang wajah Silvi gadis itu tahu banyak tentang tempat ini namun ia menutupi semua menyimpannya rapat-rapat hingga terdengar suara bising dari luar kamar.
Nia mendekat ke jendela menatap 2 pamong mengangkat seseorang memasukkanya dalam mobil lantas kemudian pergi Nia berjalan mundur ia tahu siapa yang ada disana.
"Silvi"
pagi-pagi buta Nia tidak tidur semalaman ia melihat ni Ika menatapnya biasa saja seakan tidak mengatakan apapun begitupun Nia ia tidak membicarakan apapun yang ia lihat lantas kemudian ia mengatakannya "kamu bisa pergi sekarang".
Sebelum meninggalkan tempat itu Nia terdiam menatap foto memandanginya lama lantas kemudian berjalan pergi "nanti ada keluarga yang akan menerima kamu sama baiknya seperti kami menerima kamu jaga diri baik-baik satu lagi Silvi baik-baik saja".
"Bohong", batin Nia.