Foto Horor Setan: Pengalaman Pribadi Yang Mengerikan Part 5 (Lorong)

Foto Horor Setan: Pengalaman Pribadi Yang Mengerikan Part 5 (Lorong)

Cerita Foto Horor Setan: Pengalaman Pribadi Yang Mengerikan Part 4

Nia tidak mengerti apa yang ni Ika ucapkan namun kalimatnya menunjuk pada siapa dan apa yang coba ia sampaikan. Nia masih menguping.

 

Nia bisa melihat Silvi hanya menunduk sesekali ia mencuri pandang kemudian ia melirik Nia entah Silvi tahu atau tidak mata Nia dan Silvi bertemu disatu titik diakhiri dengan lekukan senyuman. Silvi tahu Nia menguping. 

Banyak yang ni Ika sampaikan kepada Silvi namun anak itu lebih terlihat seperti tidak mendengarkan sedikitpun apa yang dikatakan oleh ni Ika seakan apa yang keluar dari mulutnya akan Silvi muntahkan lagi namun darisana Nia jadi tahu cara Silvi berbicara dengan pamong. 

Rupanya Silvi bisa menggunakan bahasa isyarat menggunakan gerak jari dan tangannya. 

dari gerak jari jemarinya ada beberapa yang Nia tidak akan bisa lupakan. Foto horor setan Berlanjut~

Ilustrasi (detikFood)

Dan setiap gerak jari itu muncul ekspresi ni Ika selalu berubah lebih ke ngeri atau marah matanya melotot bibirnya gemetar namun Nia tidak tahu apa yang Silvi sampaikan sehingga ni Ika bisa seperti itu.

Menahan diri di tempat itu rupannya menambah nyeri dimata kaki Nia yang memang sudah sangat parah sampai akhirnya Nia tidak bisa menahan dirinya lagi ia tersenggal sebelum kehadirannya disadari oleh ni Ika yang kemudian memergokinya berdiri disamping pintu yang terbuka.

 

"Kamu ngapain Nia?" tanya ni Ika keheranan tatapan matanya menyelidik "kamu nguping ya?"

Nia tidak dapat mengelak dari tuduhan ni Ika ia memilih diam menunduk.

"Kaki kamu kenapa?" tanya ni Ika ia melihat Nia ada rasa panik berlebihan disana seakan ini bukan pertama kali.

 

Hari itu juga ni Ika memberikan pertolongan pertama pada Nia mengompresnya dengan es sebelum membalut memarnya.

"Ni Ika ngomong apa sama Silvi? siapa yang ni Ika maksud?"

Ni Ika tidak mendengarkan Nia ia seperti terjebak dalam duniannya sendiri sampai Nia menepuknya. 

"Iya Nia tadi kamu tanya apa?"

Nia yang melihat itu hanya tersenyum sebelum menjawab. "tidak ada ni Nia gak tanya apa-apa."

Saat itu Nia semakin yakin ada yang disembunyikan ditempat ini. "Ia ak aa," tanya Silvi. Apakah foto horor setan itu pikirnya?

Nia hanya bisa melihat Silvi dari tempat tidur seharian ini ni Ika sudah berpesan agar Nia tidak pergi kemana-mana kakinya harus segera pulih karena esok Nia harus pergi ke sekolah.

"Iya gak papa" ucapnya Silvi kemudian pergi ia menutup pintu. Seharian tidak melakukan apa-apa membuat Nia sangat bosan ia beberapa kali bangkit untuk duduk menatap ke jendela mengamati anak-anak lain yang sibuk sendiri.

Manakala ketika ia melihat Silvi sekelibat perasaan tidak enak menyeruak Nia menatap kesudut lain ada sosok mengamati bangunan rumah ini memang sangat unik dimana jendela.

Anak-anak semua menghadap ke halaman belakang sehingga dari jendela selain halaman Nia bisa melihat sudut ruang dari bagian rumah yang tak berpenghuni dan disana banyak sekali kamar kosong salah satu kamar tanpa lonceng.

Setiap kali memikirkan itu Nia mencoba menganalisa dari beberapa bagian rumah dan selalu saja pikiran Nia tertuju pada satu kamar itu

kamar itu adalah gudang itu yang Nia tahu dari beberapa anak yang mau bercerita namun setiap kali Nia mulai yakin bahwa itu memang gudang 

Nia merasa ada seseorang yang tinggal disana dan kadang ia menampakkan diri secara sembunyi-sembunyi

Siapa pemilik kamar itu sebenarnya? 

melihat itu Nia bangkit dari tempatnya dengan bantuan tongkat penyanggah Nia berdiri ia menuju pintu berniat untuk menghampiri Silvi sebelum Nia terhenti manakala lonceng di pintunya berbunyi aneh padahal sedaritadi pintu tidak pernah terbuka sedikitpun.

 

Nia mencoba menarik daun pintu namun seakan ada yang sengaja menahan Nia sekuat apapun Nia menariknya pintu tetap tak bergeming namun suara lonceng yang terdengar dari luar pintu terus menerus berkemerincing.

Nia beringsut mundur.... 

Nia kembali kejendela ia melihat Silvi namun anak itu sudah tidak ada ditempat ia duduk tadi dan sosok yang seperti mengamatinya itu lenyap juga tidak beberapa lama pintu terbuka Silvi melangkah masuk mendekati Nia dan memberikannya bunga yang ia petik dari halaman belakang.

Semenjak saat itu Nia merasa ngeri sendiri terkadang setiap malam ia mendengar Silvi menghentak-hentakkan kakinya dari atas ranjang membuat Nia penasaran namun saat ia memeriksanya gadis kecil itu terlelap dalam tidurnya. 

Ilustrasi (Klikdokter)

Hari semakin hari luka memar Nia tak kunjung sembuh bahkan warna ungu yang seharusnya pudar menghitam membuat Nia harus lebih bersabar ia berjalan tertatih menuju sekolah untuk pertama kalinya sejak ia tinggal di tempat ini. 

Tidak ada yang menarik dihari pertama Nia ke sekolah malah Nia merasa beberapa anak yang melihatnya seakan tidak tertarik terutama ketika tahu dimana Nia tinggal namun ada satu anak perempuan yang sedari tadi suka sekali mencuri pandang pada Nia terutama satu kakinya yang diperban.

"Halo" katanya menyapa ia tampak ragu namun tetap mencoba mengajak Nia berbicara.

"Luka dikakimu mengingatkanku pada seseorang tapi aku lupa karena dia tiba-tiba keluar dari sekolah" perempuan itu mengangkat bahu seakan apa yang ia katakan membuat Nia tertarik 

"dan setahuku dia tinggal di tempat kamu tinggal juga."

Mendengar itu Nia langsung tahu perempuan ini ingin mengatakan sesuatu kepadanya. 

"Ica" katanya ia mengulurkan tangan Nia mengangguk menyambut tangannya "Nia".

"Seperti yang kubilang dulu ada anak baru juga tidak terlalu lama kok sebelum dia keluar dari sekolah seingetku satu kakinya diperban sama sepertimu" kata Ica "waktu dengar kamu tinggal dimana aku langsung tahu kok bisa kalian mengalami situasi yang sama.

Kadang aku gak percaya sama yang namanya kebetulan tapi sekarang sepertinya aku harus mempertimbangkan itu lagi".

Ica tampak melirik kesana kemari sebelum berbisik "tempat tinggalmu Angker ya?" 

Ica menceritakan banyak hal namun setiap kali Nia bertanya siapa perempuan yang ia maksud. Hiii foto horor setan makin serem~

Ica selalu menjawab bila ia tidak mengenalnya secara langsung karena perempuan itu sangat pendiam lebih ke aneh sebenarnya namun Ica ingat anak itu sering menghabiskan waktu dengan seorang anak kecil yang bersekolah tidak jauh darisini. 

Anak kecil itu tidak bisa bicara ia hanya menggunakan bahasa isyarat namun setiap kali Ica mengamati mereka anak itu selalu memandang sinis kearahnya.

"Anak kecil" ulang Nia "tidak bisa bicara??" 

"iya entahlah dia mungkn bisa bicara tapi kayaknya gak lancar gitu sih" Ica mencoba mengingat-ingat "aku pernah lihat dia memberi isyarat kalau daritadi aku ngawasi mereka dan anak perempuan itu langsung melotot melihatku".

"Tunggu" sahut Nia "kamu bisa bahasa isyarat?" 

"iya bisa" ucap Ica.

Nia mencoba mengingat kembali gerakan tangan Silvi memeperagakannya didepan Ica meski tidak sama persis Ica mencoba menyebut kalimat-kalimat itu semacam "Si" ucap Ica "Sia-" Ica terus menebak "Siapa- kayaknya bukan ya" sahut Ica sampai.

"Si Anak" 

"Si Anak" Nia mengulangi kalimat itu ia tahu persis bahwa kalimat itu tidak asing lagi namun makna yang terkandung didalamnya apa apa itu si Anak siapa Anak yang dimaksudkan.

"Tunggu," kata Ica "saat kamu memperagakan gerakan tangan itu ada jari telunjuk yang ditekuk gak?" 

Nia mencoba mengingat lagi "entahlah aku lupa" jawab Nia.

"Bila ada maka kalimatnya tidak dipisah" sahut Ica "apa maksudnya itu siAnak".

"SiAnak" tanya Nia

"Itu kaya semacam kalimat baru bukan?" tanya Ica "sebuah nama mungkin atau nama dari sesuatu?" 

Nia terdiam lama ia mencoba mencerna kalimat Ica.

"siAnak"

Silvi dan si Anak? 

"kayaknya aku harus maen ke tempat kamu ya" sahut Ica "boleh".

Nia tidak langsung menjawab pertanyaan Ica sebelum sesaat kemudian ia berpikir mungkin Ica bisa bicara dengan Silvi menjelaskan siapa sianak yang ia bicarakan ini.

"boleh datang saja lepas maghrib nanti" 

***

"Silvi kenapa diam saja daritadi?" tanya Nia

"Silvi marah ya sama Nia?"

Si kecil Silvi masih diam ia tidak melihat Nia sedikitpun lalu ia pergi suara lonceng kepergiannya setelah menutup pintu membuat Nia merasa heran. tidak ada yang tahu isi kepala anak itu.

Nia menuruni anak tangga kakinya semakin menghitam bahkan ada kerak luka disana awalnya ni Elin memberi saran agar Nia dibawa ke rumah sakit namun Nia menolak Nia berpendapat.

Kakinya baik-baik saja namun pandangan mata ni Elin seakan menyimpan sesuatu sebuah rahasia 

seseorang memanggil Nia gadis yang tinggal di ujung kamar ia berkata kepada Nia "ada temanmu sekarang dia ada di luar".

Dengan langkah terpincang-pincang Nia berjalan menuju pintu disana ia melihat Ica tersenyum menyapa Nia.

"masuk saja," kata Nia.

Pertama kali Ica masuk Nia melihat gelagat aneh Ica ia sempat berhenti meski hanya sepersekian detik Ica menggosok hidungnya persis seperti cara seseorang yang mencium bau tidak sedap namun Nia tidak bertanya pada Ica apa yang ia lakukan barusan.

 

"Rumahnya besar ya" kata Ica matanya menyorot semua tempat tingkahnya hampir sama seperti pertama kali Nia datang ke rumah ini.

Kekagumannya pada bangunan dengan gaya lama menyelidik sejengkal-demi sejengkal sampai mata Ica berhenti pada satu titik.

Sebuah foto dalam pigura "itu foto siapa Nia?" tanya Ica.

Nia juga tidak tahu ia juga ingin bertanya perihal itu namun tak satupun ada yang tahu siapa perempuan yang tengah berdiri dengan pose seakan menggendong bayi kecil dalam pelukannya. 

Bahkan anak-anak lain sekalipun 

meski Nia tidak menjawab Ica tidak memaksa Nia Ica kemudian mendekati foto itu seakan ingin menyentuhnya sebelum.

"Temanmu" ucap ni Eva tiba-tiba ia adalah salah satu pamong yang memiliki perawakan paling besar disini ia melihat Ica sebelum memberikan senyuman itu.

 

"Iya ni teman sekolah saya" sahut Nia ia lupa setidaknya Nia seharusnya mengatakan kepada pamong disini bahwa akan ada temannya yang datang berkunjung namun ni Eva sepertinya bisa memaklumi itu.

"Suruh temanmu ikut bergabung sama yang lain ya sudah waktunya makan malam" 

Ica membantu Nia menuju ruang makan samping dapur.

Disana mereka menemukan anak-anak sudah ada di tempat duduk mereka masing-masing semuanya kecuali kursi Silvi Nia tidak menemukan anak itu disana.

Ica akhirnya duduk di kursi Silvi menggantikannya untuk malam ini 

selama makan tidak ada satupun yang bicara seperti biasa.

anehnya Ica seakan tidak perduli untuk orang yang baru merasakan sensasi makan dalam keheningan Ica seakan menunjukkan gelagat sudah biasa dengan ini semua hal itu membuat Nia bertanya-tanya. 

Selepas semua anak sudah pergi Ica menatap Nia "kamu mencium bau amis tidak?"

Nia yang mendengar itu berbalik bertanya pada Ica "bau amis? tidak ada pun".

"iya bau amis mirip bau ari-ari bayi gak sih".

Nia yang mendengar itu hampir saja tersedak dibuatnya Ica tampak serius "aku boleh keliling rumah ini gak Nia" tanya Ica tiba-tiba.

"Apa?" Nia tambah kaget mendengarnya "gelap-gelap seperti ini entahlah pamong akan marah".

"Sebentar saja aku kok penasaran rumah ini besar sekali loh" Ica berusaha meyakinkan Nia.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"