Bagian ini tentu saja lanjutan dari part 3 ya gengs. Kayaknya kalian udah mulai kepo nih dan penasaran dengan cerita selanjutnya, kuy kita simak!
Mulai malam ini, mereka akan tinggal dalam satu rumah, hanya dipisahkan oleh sekat dari bambu anyam, pak Prabu hanya meminta satu hal, jangan melanggar etika dan norma saja.
Pertemuan itu juga di minta untuk tidak di ceritakan ke siapapun lagi, bahkan Nur, Anton dan Bima.
Tempat tinggal mereka yang baru tepat ada di ujung, cukup besar, dan bekas rumah keluarga yang merantau, sekaligus hal ini menjawab pertanyaan kenapa jarang di temui anak seumuran mereka di desa ini, rupanya, kebanyakan anak-anak yang sudah akil baligh pasti pergi merantau.
Dibelakang rumah, ada watu item (Batu kali) cukup besar, dengan beberapa pohon pisang, dan di kelilingi, daun tuntas.
Anton awalnya tidak setuju mereka pindah, karena atmoser rumahnya yang memang tidak enak dan itu bisa terlihat dari luar, namun ini, perintah dari pak Prabu.
Setelah kejadian itu, Ayu sedikit menghindari Widya.
Widya paham akan hal itu, namun Wahyu sebaliknya, ia mendekati Widya dan memberi semangat agar tidak mencerna mentah- mentah pesan orang tua itu.
Disini, Wahyu bercerita kejadian yang tidak ia ceritakan di malam kejadian itu.
"Wid, kancamu cah lanang iku, gak popo tah?' Mid, temanmu yang cowok itu baik-baik saja kah?)
"maksud'e mas?"
"cah iku, ben bengi metu Wid, emboh nang ndi, trus biasane balik-balik nek isuk, opo garap proker tapi kok bengi?" (temanmu itu, setiap larut malam keluar Wid, entah kemana, trus biasanya ban., balik pagi, apa sedang mengerjakan prokemya tapi kok hams malam?)
"ra paham aku mas" (gak ngerti aku mas)
"trus" kata Wahyu "aku sering rungokno, cah iku ngomong dewe nang kamar" (aku sering denger anak itu ngomong sendirian di dalam kamar)
"ra mungkin tah mas' (gak mungkin lah mas)
"sumpahr "gak iku tok, kadang, cah iku koyok ngguyu-nggyu dewe, stress palingan" (gak cuma itu, kadang dia tertawa sendirian, gila kali anak itu)
"Bima iku religius mas, ra mungkin aneh-anehe" (Bima itu religius, gak mungkin aneh-aneh)
"Yo wes, takono Anton nek ra percoyo, bengi sak durunge aku eroh awakmu nari, Bima asline onok nang kunu, areke ndelok tekan cendelo, paham awakmu sak iki. gendeng cah iku" (ya sudah, tanya Anton kalau gak percaya, malam sebelum kejadian itu, Bima sebenarnya ada di kejadian, dia cuma lihat kamu dari jendela, paham kamu sekarang, gila itu anak)
Widya diam lama, memproses kalimat itu, ia melihat Wahyu pergi dengan raut wajah kesal.
Malam semua anak sudah berkumpul, Nur ada di kamar, dia sedang sholat. Widya di ruang tengah sendirian, sedangkan Ayu, Wahyu dan Anton ngobrol di teras rumah, Bima, ada pertemuan dengan pak Prabu.
Sebelum, suara kidung terdengar lagi, suaranya dari arah pawon(dapur). untuk mencapai pawon, Widya melewati kamar, disana Nur sedang bersujud, semakin lama, suaranya semakin terdengar dengan jelas. Pawon rumah ini hanya di tutup dengan tirai, saat Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, sedang meneguk air dari kendi, lengkap dengan mukenanya.
Widya mematung, diam, lama sekali, sampe Nur yang meneguk dari kendi melihatnya. Mata mereka sating memandang satu sama lain.
"Lapo Wid" (kenapa Wid?) tanya Nur.
Widya masih diam, Nur pun mendekati Widya, sontak Widya langsung lari, dan melihat isi kamar, disana, tidak ada Nur
"onok opo toh asline" (ada apa tah sebenarnya) tanya Nur yang sekarang di samping Widya, is memegang bahu Widya. dingin. tangan Widya masih gemetaran, sampai semua anak melihat mereka kemudian mendekatinya.
"lapo kok rame'ne (kenapa kok rame sekali) tegur Ayu.
"gak eroh, cah iki ket maeng di jak ngomong ra njawab-njawab* (gak tau, anak ini di tanya daritadi gak jawab-jawab)
"lapo Wid?" Wahyu mendekati
langanmu kok gemeteran ngene, onok opo sih" (tanganmu kenapa gemetaran begini, ada apa sih?) tanya Anton.
"Nur, jupukno ngombe kunu loh, kok tambah meneng ae' (Nur ambilkan air gitu loh, kok malah diam saja) tegur Anton,
Nur kembali dengan teko kendi yang tadi, dia memberikanya pada Widya, dan Widya kemudian meneguknya, lalu, tiba-tiba Widya diam lagi, membuat semua orang bingung
Tangan kiri Widya masih memegang teko, sedangkan tangan kananya, terangkat lalu masuk ke dalam mulut, disana, Widya berusaha mengambil sesuatu, ada sampai 3 helai rambut hitam, panjang, dan itu keluar dari dalam mulut Widya.
Semua yang menyaksikanya, beringsut mundur. kaget.
Begitu penutup tekonya di buka, di dalamnya, ada segumpal rambut, benar•benar segumpal rambut dengan air di dalamnya.
Nur yang melihatnya langsung bereaksi. "aku mau yo ngombe teko kunu, gak eroh aku onok barang ngunu'ne' (tadi aku juga minum dari situ, gak tau ada begituanya)
Widya muntah sejadi-jadinya, saat keadaan tegang seperti itu, Anton tiba-tiba mengatakan "awakmu di incer yo Wid, jare mbahku, nek onok rambut gak koro metu, iku biasane nek gak di santet yo di ince. demit"(kamu di incar ya Wid, kata mbahku, kalau tiba. muncul rambut, itu biasanya kalau gak di santet ya di incar makhluk halus)
Nur, kemudian mengatakanya
'Wid, opo penari iku jek ngetuti awakmu, wale ket wingi aku wes ra ndelok gok mburimu maneh'(Wid, apa penari itu masih ngikutin kamu, soalnya dari kemarin aku belum lihat dia di belakangmu)
Berhari-hari setelah pengakuan Nur itu, membuat Widya semakin was-was, ia jatuh sakit selama 3 hari, dan selama itu juga, Widya hanya terbaring di atas tikar kamar, Nur tidak melanjutkan lagi ceritanya, karena katanya ia sudah salah mengatakanya, seharusnya ia menahan cerita itu.
Selama Widya terbaring sakit, ia seringkali di tinggal sendirian didalam rumah itu, dan selama tinggal di rumah itu, ada satu kejadian yang tidak akan pernah Widya lupakan.
Semua di mulai ketika, ia hanya berbaring di alas tikar, Ayu dan Nur berpamitan akan memulai proker mereka.
Anak-anak cowok juga memulai proker mereka seharusnya, tidak ada satupun °rang di rumah itu, namun, siang itu, terdengar suara sesuatu yang di pukuli, hal itu menimbulkan rasa penasaran, suaranya seperti benturan antara lempengan yang keras, awalnya Widya menghiraukanya .
Namun, semakin lama, Widya tidak tahan dan akhirnya memeriksanya.
Suara itu terdengar ada di belakang rumah, tepat di samping pawon (dapur), maka Widya pergi kesana, saat ia sampai di pintu pawon, yang terbuat dari kayu, Widya berhenti, di sela-sela pintu, Widya mengintip.
Alangkah bingungnya Widya, melihat di antara pohon pisang, ada seorang bapak-bapak, usianya berkisar antara menggunakan pakaian hitam ala orang yang akan berkebun, ia berdiri di antara pohon pisang, matanya tampak mengawasi rumah yang menjadi penginapan Widya selama KKN.
Lama sekali, bapak itu berdiri mengawasi penginapan Widya, gerak-geriknya sangat mencurigakan, seperti ingin masuk ke rumah namun, bapak itu ragu-ragu.
Ketakutan, tiba-tiba terasa di dalam diri Widya, kemudian, selang beberapa menit, bapak itu pergi meninggalkan tempat itu.
Rasa lega, bapak itu pergi, Widya berniat kembali ke kamar, disana ia melihat Anton, baru saja masuk rumah, mereka berpapasan, bodohnya, Widya tidak menceritakan hal itu kepada Anton dan anak lain, karena keesokan harinya, peristiwa yang sama itu, kembali terulang....
Di awali suara keras yang sama, Widya kembali mengintip, kali ini, bapak itu lebih berani, ia melihat kesana-kemari, mendekati penginapan dan beberapa kali berusaha mengintip, dari gerak-geriknya, tampaknya bapak itu berniat buruk, masalahnya, apa yang ingin dia can disini.
Memikirkan hal itu, Widya tiba-tiba seperti baru ingat, ia hanya di rumah ini sendirian, seorang wanita, sendirian di dalam rumah, dan seorang pria asing, mendekati rumah itu, apalagi kalau bukan.
Sesaat, ketika si bapak sudah berdiri di depan pintu pawon, suara itu mengejutkanya.
Suara keras itu rupanya dari Batu di belakang pawon, keras sekali sampai membuat si bapak lari tunggang langgang, Widya menyaksikanya sendiri, ada yang melempar batu cukup besar, tepat di Watu item (Batu kali) di belakang rumah.
Sehingga si bapak panik dan pergi, Widya ikut pergi.
Widya melaporkanya pada pak Prabu, yang ikut kaget mendengamya, di carilah si bapak itu, dan ketemu, rupanya dia adalah warga desa sana, ketika di tanya apa yang dia lakukan di rumah anak-anak KKN, bapak itu mengatakan sesuatu, yang entah benar atau tidak, bila ia melihat wanita.
Wanita yang di lihat si bapak ini, mengenakan pakaian seperti dayang(penari) dan ia masuk rumah ini, namun karena beliau takut di sangka melakukan hal-hal tidak baik, ia memeriksanya diam-diam, tapi, di hari dimana ia lari tunggang langgang, ia melihat sesuatu di pawon rumah.
la melihat wanita itu di dalam pawon rumah, ia sedang menari dengan anggun, sesaat sebelum ia melihat wajahnya, si bapak kaget setengah mati, karena di balik sirat wajah wanita yang di sangka teriihat jelita itu, rupanya polos, rata tak ada bentuk.
Apa yang di ucapkan si bapak memang tidak dapat di percaya, namun pak Prabu tidak punya bukti lebih jauh, maka pak Prabu hanya menegur agar tidak melakukan hal itu lagi, si bapak pun pergi,
Namun, pak Prabu mengatakan hal lain yang membuat Widya begidik ngeri, "onok sing nyoba ngbari sampeyan mbak" (ada yang mencoba memberi pesan same kamu mbak)
"sinten pak?" (siapa pak?)
"mbah-mbah sing nunggu nang Watu Item" (kakel•akek penjaga batu kali itu)
Setelah kejadian itu, Widya di minta ke rumah pak Prabu bila masih sakit. Namun, ada kejadian lagi, yang Widya alami, kali ini melibatkan Nur, dan alasan kenapa rentetan semua kejadian ini, berhubungan satu sama lain.
Waktu itu siang hari, Widya sedang mengerjakan prokernya yang sudah tertunda beberapa hari, Wayu mendekati Widya, ia menawarkan kesempatan untuk keluar desa sementara karena harus membeli perlengkapan untuk progress kerjanya yang harus di beli di kota.
"Melu mboten?" (ikut gak?)
"adoh gak?" (jauh gak?)
Lanjut di part 5 ya~