Cerita Hantu Bersambung: Petaka di Cemara Timur Part 7 (Saudara Jauh Bu Basit)

Cerita Hantu Bersambung: Petaka di Cemara Timur Part 7 (Saudara Jauh Bu Basit)

Sedang hits nih cerita hantu bersambung yang judulnya "Petaka di Cemara Timur". Diketahui cerita ini berasal dari akun Instagra @ardeks yang sampai booming.

Oiya perlu diingat, Kisah dan foto ini berdasarkan 50% kejadian nyata, 30% fiksi, dan 20% asumsi. Demi menghormati privasi warga setempat, bagi yang tahu soal lokasi aslinya, mohon untuk tetap merahasiakannya ya.

Ilustrasi (Majalah Lampung)

Gembok itu langsung retak dengan sekali pukul. Tapi, penguncinya tetap terkait. Karat di sana-sini justru membuatnya lebih kuat. Aku memukulnya lagi.

.

"Trak!" Gembok itu akhirnya terbuka.

Aku dan Pak RT masuk ke halaman rumah dengan heran. Rumah ini sangat berdebu, seperti sudah tak ditinggali selama bertahun-tahun.

Begitu pintu depan kubuka, bagian dalam rumah sudah kosong. Hanya perabotan besar yang masih teronggok di sana. Kucoba menyalakan saklar. Tak ada yang terjadi. Token listriknya tak pernah diisi. Untungnya, masih ada sinar matahari sore yang masuk lewat jendela.

Aku menjelajah seisi rumah, tapi tak menemukan petunjuk apa pun. Kami menyerah. Keluarga Pak Basit pindah atau hilang entah ke mana.

Aku pun mempersilakan Pak RT pulang ke rumahnya. Tak enak juga melibatkannya dalam masalah ini. Meski begitu, dia berjanji akan membantu mengumpulkan informasi dari warga soal Pak Basit.

Sebenarnya aku tak peduli soal kondisi rumah ataupun uang kontrakan yang belum dibayar. Hanya mimpi buruk semalamlah yang membuatku penasaran dengan keberadaannya.

Hampir sejam aku termenung di rumah yang gelap itu, memikirkan berbagai kemungkinan. Sebelum semakin gelap, aku beranjak pergi dari situ.

Ilustrasi (Tek.id)

Baru saja keluar dari halaman, teleponku berdering. Waktu kuangkat, seorang ibu berbicara dengan setengah berbisik.

"Mas yang ngontrakin rumah ke Pak Basit, ya? Saya dapat nomornya dari Pak RT," ujarnya.

Setelah kuiyakan, ia melanjutkan, "Saya saudara jauhnya Bu Basit. Saya tahu sesuatu tentang keluarga itu."

"Hah, apa itu? Ibu di mana sekarang? Saya ke situ, ya?" kataku.

"Jangan! Jangan ketemu di sini. Besok saya kabari lagi tempatnya," sahutnya. Belum sempat kujawab, telepon sudah ditutup. Entah kenapa ia terdengar ketakutan dengan rencananya sendiri. 

Warung itu berada sekitar 4 kilometer dari Desa Cemara Timur. Di sanalah ibu misterius itu mengajakku bertemu. Waktu aku sampai, seorang wanita paruh baya tampak menunggu seseorang dengan gelisah.

"Maaf, Ibu Rahmi, ya?" tanyaku.

Ia tersenyum lega dan mempersilakanku duduk. Sembari menanti teh dan pisang goreng, kami berbasa-basi soal perumahan Cemara Timur.

Ternyata, dia sendiri sudah 7 tahun tinggal di situ. Tepatnya di Blok B, agak jauh dari Blok J tempat rumahku berada.

Bu Rahmi mengaku bahwa kejadian kemalingan di situ cukup sering. Menurutnya, pelakunya adalah beberapa warga desa. Namun, orang perumahan tak berani melabrak karena para tertuduh maling itu berkawan akrab dengan pemilik rumah hijau.

"Termasuk Pak Basit. Dia pernah berguru kepada pemilik rumah hijau itu," ujarnya.

Aku tak paham yang ia maksud dengan kata "berguru". Memangnya itu bimbel? Namun, kubiarkan dia melanjutkan ceritanya.

"Entah apa yang terjadi, Pak Basit tersadar dan memutuskan buat berhenti. Tapi justru sejak itulah hidupnya jadi berantakan," lanjutnya.

Bu Basit pernah bercerita kepadanya bahwa Pak Basit menderita penyakit aneh. Dia sering tiba-tiba mengamuk. Setelah itu, ia kejang-kejang, lalu pingsan. Lain waktu, dia pernah merasakan gatal yang sangat hebat di sekujur tubuhnya. Kulitnya sampai lecet karena dia garuk kuat-kuat.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"