Sabtu malam kemarin, Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda dikabarkan meletus kembali. Letusan gunung itu menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang setidaknya empat kabupaten di Banten dan Lampung.
Tinggi gelombang yang menerjang daratan di sekitar titik letusan mencapai 0.9 meter. Ketinggiannya pun berangsur menurun seiring waktu.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban jiwa akibat tsunami Selat Sunda mencapai 430 orang. Jumlah itu pun masih akan terus bertambah.
Gunung Anak Krakatau sendiri merupakan gunung berapi yang muncul akibat letusan mahadahsyat induknya, Krakatau. Krakatau tercatat meletus pada 27 Agustus 1883 silam.
Letusan pada ratusan tahun silam itu menewaskan sedikitnya 36.000 jiwa. Saking dahsyatnya, letusan Krakatau terdengar hingga Alice Springs, Australia dan Pulau Rodriguez dekat Afrika. Masing-masing berjarak lebih dari empat ribu kilometer.
Para ilmuwan memprediksi bahwa daya ledak Krakatau bisa mencapaii 30.000 kali daya ledak bom atom yang meratakan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada Perang Dunia II silam.
Kengerian yang timbul akibat letusan mahadahsyat itu pun terdengar hingga penjuru dunia. Salah satu orang yang "mencatat" kengerian itu adalah seniman asal Norwegia, Edvard Munch (1863-1944).
Di Norwegia, Munch "mencatat" peristiwa itu di atas kanvasnya. Dia memberi judul karya lukisnya itu "The Scream" yang selesai pada tahun 1893.
Hingga kini, lukisan tersebut dikenal sebagai salah satu mahakarya paling kesohor di dunia. Lukisan itu bernilai fantastis dan dinilai pula sebagai pionir seni modern aliran ekspresionisme.
The Scream, sebagaimana dilansir Merdeka.com, menggambarkan sesosok manusia dengan ekspresi wajah yang ketakutan. Sosok dalam lukisan itu tampak menutup kedua telinganya dan memperlihatkan ketakutan luar biasa.
Latar dalam lukisan itu memperlihatkan pula langit yang berwarna jingga dan air laut berwarna kelabu.