"Tetapi dalam mazhab lain, karena dalam transaksi global saat ini enggak bisa kita harus berpegang dalam satu mazhab. Akan tetapi risiko ditanggung masing-masing kalau begitu. Misalnya kalau dibohongi, saya niat bantuin orang. Kalau niatnya begitu silahkan," sambungnya.
Buya Yahya kemudian menerangkan tentang dua mazhab lain yang memperbolehkan COD yakni mazhab Imam Malik dan mazhab Hanafi. Berbeda dari mazhab Imam Malik, mazhab Hanafi punya aturan jual beli jauh yang lebih longgar karena tidak harus melihat sifatnya.
"Mazhab Imam Malik seorang pembeli tidak harus melihat tapi cukup mengetahui sifat-sifatnya. Seperti madu sifatnya begini, beratnya segini, dengan begitu sudah diketahui sifatnya maka sah (jual beli) menurut Imam Malik," jelas Buya Yahya.
"Mazhab Hanafi lebih dahsyat lagi, enggak pake sifat-sifatan, yang penting saya jual madu, oke saya beli, sah. Tapi ada ujungnya harus diperhatikan, ada khiar, disaat sang pembeli sudah melihat barangnya, kalau sesuai dilanjutkan, kalau tidak dibatalin," lanjutnya.
Berdasarkan ketiga mazhab tersebut, Buya Yahya pun menyimpulkan bahwa jual beli dengan menggunakan metode COD hukumnya sah. Meski begitu, masing-masing orang harus menerima apapun resiko yang akan diterimanya dalam jual beli tersebut.
"Artinya jual beli seperti itu (COD) sah-sah saja menurut mazhab ini yakni mazhab Malik dan Hanafi, resikonya adalah nanti jika ternyata tiba-tiba pembelinya komplain, ini dia Anda harus sudah siap dengan resiko yang akan diterima nantinya," pungkas Buya Yahya soal sistem COD.