Peresmian tiga ruas jalan di Kota Bandung menjadi peristiwa bersejarah berkaitan dengan konflik budaya antara Sunda dan Jawa. Pasalnya ada sebuah kepercayaan budaya yang beredar jika orang Sunda dan Orang Jawa tidak boleh menikah. Meski penamaan nama-nama jalan Majapahit, Prabu Hayam Wuruk, dan Citraresmi sejatinya sangat sulit untuk dilakukan. Karena itu dapat membuka lama orang-orang Sunda. Namun, dengan adanya acara yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat pada saat itu yaitu Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam X seperti menjadi simbol persatuan kedua budaya tersebut.
Adapun fakta menarik dibalik mitos orang Sunda dan orang Jawa tidak boleh menikah, yuk simak penjelasannya berikut ini!
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), Maha Patih Gajah Mada sudah menaklukkan hampir seluruh wilayah Nusantara dan juga sebagian wilayah Filipina. Namun ada satu wilayah lagi yang belum ditaklukkan yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Karena menganggap Kerajaan Sunda masih kerabat, sebenarnya Hayam Wuruk tidak menginginkan Gajah Mada untuk merebut Sunda. Bahkan Hayam Wuruk berniat mempersunting Citra Resmi, putri dari Raja Sunda Linggabuana untuk mempererat hubungan dengan Kerajaan Sunda.
Kemudian, Gajah Mada pun diutus Hayam Wuruk ke Sunda untuk melamarkan Citra Resmi ke Raja Linggabuana. Dalam pertemuan tersebut, Gajah Mada menyampaikan kepada Linggabuana jika pernikahan akan digelar di Majapahit, bukan di Sunda. Raja Linggabuana menyetujuinya. Dengan disepakatinya hal tersebut, berangkatlah rombongan Linggabuana menempuh perjalanan jauh ke Majapahit.
Namun, sesampainya di Bubat, sekonyong-konyong datang utusan Gajah Mada yang menyampaikan pesan bahwa Citra Resmi diserahkan saja sebagai tanda takluk. Mendengar pesan itu, Raja Linggabuana dan rombongan pun naik pitam. Mereka datang jauh-jauh ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan, bukan menyerahkan begitu saja Citra Resmi sebagai tanda takluk. Sebenarnya Linggabuana masih dapat menahan emosinya. Akan tetapi salah seorang pengawalnya sudah tidak kuat menahan amarah. Dia melepaskan anak panah yang menembus utusan Gajah Mada sampai terguling-guling di tanah. Hal itulah yang memicu perang terbuka antara para prajurit yang mengawal Linggabuana dengan pasukan Gajah Mada.