Cerita Seram Simple Man: Pesan Dari Mereka Part 2 (Rumah Dayuh)

Cerita Seram Simple Man: Pesan Dari Mereka Part 2 (Rumah Dayuh)

Di part sebelumnya: Pesan Dari Mereka Part 1   , anak-anak itu meneteskan tetesan kejeruk pada darah yang sudah kering-kira-kira apa yang akan terjadi di cerita seram simple man berikutnya ya?

Cerita Seram Simple Man: Pesan Dari Mereka berlanjut~

Gue terhentak untuk sesaat memejamkan mata dan tetap memanjatkan bacaan sholat apa yang gue lihat apa yang gue rasakan hanyalah segelintir perasaan paranoid dari apa yang gue lakukan tadi.

Ilustrasi (Wahdah Islamiyah)

Jadi gue menolak untuk percaya maka gue memaksakan sholat tepat ketika gue bersujud terasa ada sosok asing sedang asyik duduk di atas ranjang tidur tepat di samping gue sholat. 

Perasaan tidak enak itu terus berlangsung sampai akhir ketika gue mengakhiri sholat gue tidak ada siapapun disana. Hanya gue sendiri yangmasih tidak habis pikir bagaimana bisa gue separanoid ini 

Puncak kegelisahan ini adalah ketika terbangun dari tidur dimana hari masih sangat gelap karena haus gue pergi ke dapur untuk sekeder menghilangkan dahaga.

Manakala gue melangkah keluar dari kamar gue bisa mendengar suara Hanif yangtengah tertawa. kenapa ia masih belum tidur.

Suaranya terdengar dari ruang tengah kamar Mak dan Bapak tepat di samping ruang tengah gue mencoba ngeyakinin bahwa Mak dan Hanif masih sama-sama terjaga mungkin inilah susahnya merawat bayi mungil yangmasih membutuhkan perhatian lebih. 

Namun semakin lama suara Hanif semakin tipis seakan ia di bawa menjauh dari tempat gue berdiri.

Gue pun pergi untuk mengecek apa yangterjadi baru beberapa langkah gue terhenti saat melihat Hanif terduduk tepat di antara ruang tengah dan ruang bagian dalam Hanif duduk dengan wajah sumringah, anehnya tidak ada emak disana.

Bagaimana bayi kecil ini bisa sampai kesini. 

Mulai dari sini gue akan ambil alih sudut pandang orang ketiga karena ini bukan cerita pengalaman gue, gue sangat kesulitan menjadi seorang Dayuh apalagi gue bukan Dayuh. Cerita seram simple man makin bikin merinding aja ya~ Lanjut....

Selain itu cerita ini juga dulu di kenal bukan hanya Dayuh yang menjadi fokus cerita melainkan tokoh lain.

Jadi mari kita mulai ceritanya  “temen gak onok kejadian aneh-aneh nang omahmu?” (serius kamu gak ada kejadian yang aneh-aneh waktu di rumahmu?) Tanya Hendra tatapanya menyelidik.

Dayuh hanya mengangguk “gak onok” (gak ada) 

Tio dan Hendra tampak tidak puas namun apa yangbisa mereka lakukan bila memang Dayuh tidak percaya dengan hal semacam itu.

“Engkok dulen nang omahmu jarene omahmu iku omah Dinas yo berarti omah lawas yo” (Nanti maen ke rumahmu ya katanya rumahmu itu rumah dinas ya) 

(berarti rumahmu pasti rumah tua ya), kata Tio.

Dayuh mencoba memahami ucapan Tio meski Dayuh tahu 2 temannya sedang merencakan sesuatu namun bila rencana mereka untuk membuat Dayuh percaya dengan hal semacam itu maka itu tidak akan pernah berhasil pikir Dayuh.  “duleno” (maen saja) kata Dayuh.

Siang itu 2 temannya benar-benar datang ke rumah Dayuh mereka memarkirkan sepeda Wimcy**e di samping rumah dekat dengan pohon mangga disamping pekarangan sudah lama mereka berteman namun ini pertama kalinya mereka berkunjung ke rumah Dayuh.

Rumah Dinas tua yang sudah di kenal semua orang di kota ini dengan sebutan Pondok keD***sa* kota karena hampir semua rumah di lingkungan itu milik pegawai negeri sangat mudah di kenali karena bangunanya serta perkarangan luasnya yangmegah dengan sentuhan sejarah kental. 

Tio dan Hendra tidak berhenti-melihat-lihat apa yangada di sana mulai pagar besi tua berkarat di setiap rumah pohon-pohon besar dengan banyak varian tumbuhan dan bunga membuat mereka bertanya-tanya apakah rumah sebesar ini tidak menyimpan hal menakutkan di dalamnya. 

Terlebih bangunan rumah ini besar-besar dengan atap setinggi rumah kompeni peninggalan Belanda.

Ilustrasi (APKPure.com)

“Ayo melbu emak wes masak” (ayo masuk ibu tadi sudah masak) kata Dayuh. Tio dan Hendra masuk mereka langsung di sambut dekorasi unik yang tidak pernah mereka lihat dirumahnya guci besar dengan bingkai foto Dayuh dan keluarga serta foto-foto tua hitam putih yang kata Dayuh adalah property pemilik rumah dulu yangtidak di bawa. 

Beberapa milik pemerintah kota yangmemang tidak boleh di ambil atau di buang.

Dayuh mengajak Tio dan Hendra pergi ke dapur mereka melewati lorong rumah yangmemang besar dan panjang dengan daun pintu di sana-sini sebelum melewati kamar Dayuh mereka melewati kamar orang tuanya. 

Saat itu Hendra tanpa sengaja melirik daun pintu yangterbuka disana ia melihat seorang wanita membelakanginya tampak asyik dengan menyisir rambutnya yanghitam dan panjang. ia duduk bersila hanya menampilkan visual dari gaun putih yangtampak familiar. beberapa saat ia melongo.

Ada segaris ingatan seperti Hendra pernah melihatnya namun samar-samar ia melupakanya maksud hati ingin bertanya namun keinginan itu meluap begitu saja.

Di dapur mereka melahap sambal tomat dengan jeruk nipis berlaukkan tahu dan tempe cukup menghilangkan lapar mereka. 

“Ibu nang ndi Yuh” (ibuk kemana) Tanya Tio.

“emak” kata Dayuh “paling nang tonggo mari iki lak muleh” (paling di rumah tetangga sebentar lagi juga akan pulang).

“Yuh awakmu kok gak ngomong nek nduwe mbak” (Yuh kok gak bilang kalau kamu punya kakak perempuan) Tanya Hendra. 

Dayuh terdiam sebelum mencoba mencerna kalimat Hendra sebelum mengatakan. “gak nduwe aku aku mbarep” (aku tidak punya kok kan aku anak pertama).

“Loh teros sing nang kamar ngarep sopo nduwe Bibik ta” (lah terus yangdikamar depan siapa PRT kamu kah?) 

“Bibik?” Dayuh menggeleng “gak onok Bibik kok nang kene mek onok bapak emak Hanif” (disini aku tinggal sama ayah ibu Hanif) “kamar ngarep ndi” (kamar depan mana?).

“Sing nggok ngarep mau loh?” (yangkamar depan itu loh?) Hendra memberitahu.

“Iku kamar wong tuoku” (itu kamar orang tuaku).

“Tapi aku mau ndelok onok wong wedok surian” (tapi aku lihat ada perempuan nyisir rambut disana tadi) Hendra mencoba meyakinkan. 

Ucapan Hendra membuat Dayuh kebingungan bila itu yangHendra inginkan membuat takut dirinya dengan hal semacam itu tidak akan menggoyahkan Dayuh.

Maka saat itu juga Dayuh mengajak Hendra dan Tio memeriksanya ketika sampai di kamar orang tua Dayuh Dayuh membuka pintu itu. perlahan ketika pintu berderit terbuka mereka melihat sesiapa yangdi maksud Hendra tadi.

Kosong.

Tidak ada siapapun disana. Hanya kamar berisikan ranjang yangdi tutup tirai dengan daun jendela terbuka selain itu tidak ada apapun kecuali perabotan yangumumnya ada di kamar. 

“Ojok ngunu tah guyon yo guyon tapi ojok kenemenen” (jangan begitu tah kalau bercanda jangan keterlaluan) kata Dayuh mencoba menyampaikan ketidaksukaanya dengan apa yangHendra katakan Hendra hanya diam sesekali ia melirik Tio yangsepertinya percaya dengan ucapanya. 

Namun karena Dayuh sudah membuktikan ucapanya membuat Hendra tidak berkutik siang itu mereka kemudian masuk ke dalam kamar Dayuh mencoba melupakan apa yangbaru saja terjadi. 

Sesaat setelah mereka masuk ke dalam kamar Dayuh Tio dan Hendra berpandangan lagi menatap satu sama lain sebelum mengatakanya. 

“Gur wani men awakmu Yuh gak salah tah bayangmu iki” (berani sekali kamu Yuh apa gak salah penempatan ranjangmu ini) ucap Tio. 

“maksudmu” kata Dayuh penasaran.

“Iki bayangmu ndas nang lor sikil nang kidul wes koyok wong mati ae gak wedih ta awakmu di tekani demit” (ini tempat tidurmu kepala di utara kaki di selatan udah seperti orang yangmau di kuburkan apa gak takut di datangi setan). 

“Wes talah ojok percoyo mitos ngunu tah” (sudahlah jangan percaya hal begituan lagi dong).

Hendra dan Tio benar-benar sudah tidak bisa mengatakan apapun Dayuh benar benar Dayuh seperti namanya ia lebih keras dari batu kali (sungai). 

Umumnya di jawa terutama jawa timur menghindari posisi tidur untuk tidak menyerupai mayit (jenazah) dimana posisi itu dapat mendatangkan kesialan yangmungkin ikut datang selain itu posisi tersebut di anggap tidak lazhim karena di percaya memanggil mereka yang sudah meninggal. 

Sepanjang siang mereka mengobrol kesana-kemari sembari bercerita apapun sampai tiba-tiba Tio tercetus sebuah ide untuk memainkan sebuah permainan yangdulu menjadi semacam euforia menguji mental anak seumuran mereka.

"Jelangkung pensil" begitu anak-anak dulu memanggilnya. Meski awalnya menolak Dayuh tidak bisa membuat kedua temannya menghentikan permainan konyol itu bahkan sebegitu.

Terkenalnya permainan itu sampai Dayuh tahu cara memainkanya yang nyaris seperti bagaimana jelangkung di mainkan. meski dengan beberapa media yang berbeda. 



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"