Sedang hits nih cerita hantu bersambung yang judulnya "Petaka di Cemara Timur". Diketahui cerita ini berasal dari akun Instagra @ardeks yang sampai booming.
Oiya perlu diingat, Kisah dan foto ini berdasarkan 50% kejadian nyata, 30% fiksi, dan 20% asumsi. Demi menghormati privasi warga setempat, bagi yang tahu soal lokasi aslinya, mohon untuk tetap merahasiakannya ya.
Cerita Hantu Bersambung: Petaka di Cemara Timur
Ilustrasi (HellermannTyton)
Soal cable ties itu membuatku agak khawatir. Kalau pelakunya hantu, justru tidak apa-apa. Kalau manusia, berarti tempat ini benar-benar tidak aman. Tapi melihat semua pintu yang masih terkunci, aku cukup yakin pelakunya bukan manusia.
Karena itu, meski sudah malam, aku menyempatkan diri mendoakan rumah ini. Seluruh penjuru kusambangi dan kuhabiskan beberapa menit berdoa di sana.
Gelisah kurasakan waktu berdoa di lorong yang berseberangan dengan dapur. Sudut itu memang yang paling gelap dibanding lainnya. Namun, aku tak pernah takut dengan gelap. Tidur pun selalu mematikan lampu.
Jadi, apa yang membuatku tidak nyaman berdiri di sini? Rasanya suara hatiku sendiri menghalangiku untuk sekadar mengangkat muka. Tak betah berlama-lama di situ, aku kembali ke ruang keluarga.
Suara TV kunyalakan keras-keras untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman tadi. Ternyata cukup berhasil. Aku tertawa-tawa menonton kegilaan Vincent dan Desta di acara Tonight Show.
Pukul 11 malam, aku beranjak tidur. Lampu kumatikan. Selimut kutarik sedikit karena di luar hujan mulai turun. Seperti biasa, tak butuh waktu lama sampai aku tertidur pulas. Pelor, kata orang. Nempel (bantal langsung) molor.
Namun, di dalam lelap, aku terbawa ke sebuah hutan yang gelap. Aku berusaha mencari-cari jalan untuk kembali ke rumah. Di kejauhan, tampak lampu yang menyala dari teras rumah. Aku bergegas ke sana.
Baru sampai halamannya, aku dicegat oleh sosok tinggi dan besar. Detail muka dan badannya tak kelihatan. Hanya gelap yang memancar dari badannya. Sosok itu berteriak, "Ini rumahku!" Sambil berseru begitu, badai besar menerpaku.
.
"BRAK!"
.
Suara kencang membangunkanku dari mimpi aneh itu. Aku berdiri dan memencet saklar untuk menyalakan lampu. Di luar, hujan lebat dan angin ribut mengoyak-ngoyak pepohonan.
Setelah kuperhatikan lebih saksama, ada yang aneh dari terasku. Aku bergegas keluar untuk memastikan. Ternyata benar, sebuah pohon besar tumbang di depan teras.
Atap garasiku rusak parah kejatuhan pohon. Dedaunan berserakan di mana-mana. Malam masih panjang. Begitu juga badainya.
Dampak badai semalam ternyata cukup parah. Tidak cuma garasi yang rusak. Toren air sampai miring. Plafon kamar juga terkoyak. Aku segera mendatangi satpam perumahan, minta dicarikan tukang untuk memperbaikinya.
Hari itu juga, dua orang warga Desa Cemara Timur datang ke rumahku. Mereka mengecek kerusakan dan mulai menghitung. "Dua setengah juta, Mas. Itu udah semua, buat beli bahan-bahan, asbes, eternit, sama jasanya," terang salah satu pekerja kepadaku.
Sudah kucoba menawar, tapi mereka mengaku harga itu sudah paling minim. Ya sudahlah, kuturuti saja. Yang penting atap tidak bocor saat hujan turun.
Mereka mulai bekerja esok paginya. Kebetulan, aku masuk kantor siang hari sehingga bisa mengobrol dulu dengan mereka. Ketika kutanya soal keseharian, mereka mengeluh sulitnya mendapat pekerjaan. "Mas orang kantoran, kan? Di kantor nggak ada lowongan apa gitu, Mas?" tuturnya sambil menggergaji kayu reng yang baru saja dibeli.
Aku berjanji akan mengabarinya kalau ada lowongan. "Nggak nyoba nyari kerja ke pemilik rumah ijo gede itu, Mas?" lanjutku.