Seorang siswa SD mendadak jadi perbincangan setelah videonya naik KRL sendirian dari stasiun dekat rumahnya di Parung Jaya, Kota Tangerang, menuju sekolahnya di kawasan Klender, Jakarta Timur. Setiap hari, anak itu harus berangkat sejak fajar demi tiba tepat waktu.
Dihimpun dari detikcom, Selasa (25/11/2025), bocah tersebut bernama Hafitar. Dalam video yang tersebar luas, terlihat ia mengenakan seragam merah-putih sambil menumpang KRL dari Tangerang menuju Stasiun Klender untuk bersekolah.
Tingkahnya tidak seperti anak seusianya. Hafitar tampak tenang dan percaya diri layaknya para pekerja yang rutin bolak-balik naik KRL.
Seragam merah-putihnya terlihat kontras di tengah kerumunan calon penumpang di peron.
Viral seorang bocah bernama Hafitar sekolah SD naik KRL (tintahijau)
Agar bisa tiba di sekolahnya di Jakarta Timur, Hafitar harus memulai perjalanan sejak dini hari, mirip para pekerja yang mengejar jam masuk kantor. Dari stasiun terdekat rumahnya, ia mesti transit dulu di Stasiun Tanah Abang sebelum melanjutkan perjalanan ke Klender.
Total waktu tempuhnya hampir dua jam setiap pagi.
Penjelasan dari Dinas Pendidikan
Farida Farhah, Kepala Satlak Pendidikan Kecamatan Duren Sawit, menjelaskan latar belakang Hafitar harus menempuh perjalanan panjang. Ia bercerita bahwa sebelumnya Hafitar tinggal bersama ibunya di Kampung Sumur, Klender, yang jaraknya dekat dengan sekolah.
Namun kondisi berubah setelah ayah Hafitar meninggal dan ibunya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di wilayah Tangerang.
“Ayahnya meninggal lima tahun lalu. Ibunya baru dapat pekerjaan pada September kemarin. Karena mereka sebelumnya mengontrak di Klender, mau tak mau Hafitar ikut pindah ke Tangerang,” kata Farida, Senin (24/11).
Pada awal kepindahan, sang ibu masih setia menemani Hafitar pulang-pergi dengan KRL. Setelah melihat anaknya sudah cukup paham rute, barulah ia mengizinkan Hafitar bepergian sendiri.
Agar perjalanan aman, Hafitar dibekali kartu Commuter Line dan JakLingko. Ibunya juga sudah berkoordinasi dengan petugas di Stasiun Parung Panjang, Tanah Abang, hingga Buaran.
Meski begitu, jarak tempuh yang jauh membuat pihak sekolah khawatir. Farida mengungkapkan bahwa pihak sekolah sebenarnya sudah menyarankan agar Hafitar pindah sekolah pada semester berikutnya. Namun Hafitar menolak karena merasa betah.
“Dia nggak mau pindah. Katanya gurunya baik dan teman-temannya juga membuatnya nyaman. Ibunya pun merasa cocok dengan lingkungan orang tua murid di sini,” ujarnya.
