Kumpulan Kisah Lucu: Banyak Angin

Kumpulan Kisah Lucu: Banyak Angin

kumpulan kisah lucu - Banyak Angin

Sore itu aku tengah asyik menyiapkan menu. Tiga jagoan bermain sembari menunggu. Tiba-tiba si sulung menemuiku dari balik pintu.

"Buuu aku mau secangkir cokelat hangat dong," rajuknya padaku. Ini kerap membuatku menahan kegiatan. Baik, tunggu beberapa saat disiapkan.

Ilustrasi (WebComicms.Net)

Cuaca memang sedang tak bersahabat. Mentari sepertinya lebih awal berpamit tuk merapat. Mendung sangat. Angin bertiup hebat. Udara dingin tanpa bertutur lewat.

Cokelat hangat rupanya menjadi sajian yang tepat. Dalam sekejap tersaji dengan aroma dan rasa yang cukup mantap. Anakku pun bersemangat meraih secangkir cokelat hangat yang telah siap.

Tak lama kemudian. Dua pasukan kecil menyusul dihadapan. Mereka pun ingin menikmati minuman. Cokelat hangat kembali menjadi pilihan.

"Pake cangkir juga ya Bu."

"Jangan lupa warnanya yang sama."

Kompak. Mereka pun lanjut dengan setia menunggu.

Siap! Tak pakai lama dua cangkir sudah tersedia. Rasa pun aroma mantap tak kalah menggoda. Tersaji dengan porsi yang sama. Pun dalam dua buah cangkir anti pecah dengan warna serupa, tentu saja.

"Kalian mau minum di mana? Yuk Ibu antar biar gak pada tumpah," kataku kemudian sembari kuletakkan dua cangkir di atas lantai agak menepi ke dinding rumah.

Ku ambil selembar kertas. Kudekatkan di samping cangkir yang masih agak panas.

"Ini ya Dek, hati-hati minumnya," aku hanya mengingatkan.

Si sulung tentu sudah lebih mengerti. Membawa pun menikmati secangkir cokelat merupakan hal mudah yang tak harus diingati. Bagaimana seharusnya, dia sudah cukup memahami.

Balita (1ZOOM.Me)

Nah, dua balita ini yang masih harus diawasi. Apalagi air hangat tentu riskan jikalau menyiram badan. Mengkhawatirkan. Namun dua pasukan kecil rupanya tak ingin emaknya mencampuri urusan.

"Aku bisa kok Bu, dikipas kan? Tak boleh ditiup kan?" begitulah mereka menuai jawaban jikalau diingatkan. Baik. Aku percayakan.

Aku kembali meneruskan tugas kenegaraan. Membuat menu. Yup. Begitu kerap terhenti di tengah jalan. Terkadang belum matang sudah kuletakkan. Sesaat kemudian kulanjutkan. Selesainya? Entah kapan.

"Ibuu...," dudududu mereka kembali memanggilku. Tuh kan.

"Minumnya tumpah sedikit," teriaknya kemudian.

"Sini deh Bu," panggilan kesayangan yang sedemikian menggoda pendengaran. Mewajibkanku menghampiri. Lagi.

Kuletakkan tugasku kembali. Ini yang kesekian kali. Uhuy. Bergerak menghampiri adalah hal yang mereka ingini. Emak wara wiri, itu sudah bukan cerita lagi. Namun nyata terjadi. Hehe.

Dan.... What! Seketika pandanganku tertuju pada satu titik ruang itu. Lantai. Ya. Sejenak kutatap lantai, kemana dua cangkir cokelat yang kuletak di sana tadi? Pikirku dalam hati.

Tetiba aku melihat dua pasukan kecil tertawa di ujung meja. Dan dua cangkir cokelat sudah berpindah tempat rupanya. Kini berada di dekat jendela yang terbuka.

Tak hanya itu. Dua cangkir di topang beberapa mainan yang disusun menjadi sebuah tumpukan. Riskan tumpah. Tentu saja. Lalu aku bertanya bagaimana nasib isi kedua cangkir itu.

"Belum diminum Dek?" tanyaku kemudian.

"Belum Bu, kan masih agak panas," jawab mereka hampir bersamaan.

"Lha terus kenapa di taruh dekat jendela begitu?" tanyaku lagi. Aku masih heran dengan tingkah yang mereka lakukan. Mengkhawatirkan sekaligus menggelikan.

"Kalau dikipas itu kan lama. Makanya kubawa ke dekat jendela," raut muka tanpa dosa dengan gurat tawa menghias wajah lugu mereka.

Hadeeeh. Aku masih belum bisa terima jawaban yang dilontarkan.

"Kenapa harus di dekat jendela begitu Dek?" aku masih penasaran.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"