Faktanya, kekerasan dalam hubungan pacaran atau pasca pacaran ternyata bukan baru di masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan bahwa 10 persen laporan kekerasan ternyata melibatkan pasangan kekasih yang belum menikah. Pada tahun 2022 saja, tercatat sebanyak 1.151 perempuan mengalami tindakan abusif dari pacarnya sendiri.
Beberapa kasus kekerasan mengakibatkan dampak cukup fatal bagi korban, mulai dari luka psikologis, fisik, bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Banyak dari kasus tersebut disebabkan oleh hal sepele, misalnya kecemburuan dan emosi sesaat.
Kekerasan Umumnya Berawal dari Toxic Relationship
Dilansir dari Detik, kekerasan yang terjadi dalam hubungan, masih pranikah maupun pasca menikah, umumnya diawali dengan toxic relationship. Kondisi hubungan yang tidak sehat, misalnya perilaku posesif berlebihan dan berusaha mengontrol pasangan, lambat laun bisa menjadi tindak kekerasan.
"Posesif misalnya perempuan nggak boleh punya teman laki-laki lain. Kemudian akun medsosnya dilihatin terus, kalau ada nama laki-laki jadi temannya minta diblokir. Apalagi ada mantannya, langsung di-blok," ucap Eni Widiyanti, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, sebagaimana dilansir dari Detik.
Karenanya, jika dalam hubungan mulai terlihat indikasi tidak sehat, pasangan hendak mulai melakukan analisa dan instrospeksi. Namun masalahnya, kebanyakan pasangan yang terlanjur “bucin” tidak akan mampu bertindak rasional sehingga mengabaikan tanda-tanda tersebut hingga akhirnya hal buruk terjadi.
Bagaimana Menyikapinya?