Kisah Republik Togo yang Menyulap Limbah Elektronik Jadi Mesin Print 3D

Kisah Republik Togo yang Menyulap Limbah Elektronik Jadi Mesin Print 3D

Banyaknya sampah elektronik menjadi tantangan serius di Lomé, Republik Togo, Afrika. Di WoeLab, kaum muda yang paham teknologi menemukan solusi yang membersihkan lingkungan, memastikan daur ulang limbah elektronik, dan mendidik penduduk tentang cara mengelola dan menghargai limbah elektronik mereka.

# Maraknya Sampah Elektronik

Pusat pengolahan sampah elektronik di Togo (liputan6.com)

Hampir 45 juta ton limbah elektronik diproduksi pada tahun 2018, 15 persen lebih banyak daripada tahun 2017. Jumlah ini diperkirakan akan melebihi 52 juta ton pada tahun 2021.

Di antara limbah tersebut terdapat bahan mentah seperti emas, tembaga perak, atau platinum; nilainya diperkirakan 55 miliar euro pada 2018.

Karena harga produk elektronik yang lebih rendah dan daya beli yang lebih tinggi, negara-negara berkembang juga mengalami peningkatan limbah ini. Sementara jumlah limbah tersebut meningkat, tingkat daur ulang tetap sangat rendah: Hanya 20 persen limbah elektronik yang didaur ulang, sisanya berakhir di tempat pembuangan sampah, dibakar, atau dikubur di tanah. Afrika Barat adalah rumah bagi banyak situs untuk membuang limbah ini.

Lomé, ibu kota Togo, menghasilkan sejumlah besar limbah elektronik, antara lain: telepon pintar, komputer, televisi, dan perangkat elektronik bekas lainnya. Negara ini adalah contoh yang baik soal bagaimana limbah elektronik dapat digunakan kembali untuk mempromosikan pembaruan perkotaan.

# Proyek Daur Ulang

FabLab WoeLab Lomé adalah salah satu pemain utama dalam proyek daur ulang limbah elektronik di Lomé dan inkubator untuk beberapa perusahaan rintisan.

Salah satu start-up bernama WoeBots, mengkhususkan diri dalam revaluasi elektronik yang tidak dapat digunakan.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"