Kali ini Paragram.id bakalan nyeritain kamu soal kisah penyekapan super duper sadis dan horor banget se Jepang.
Penasaran dengan kelanjutan kisahnya? Yuk kita simak deh Tragedi Junko Furuta di bawah ini.
Tragedi Junko Furuta
Junko Furuta (Grid.ID)
Furuta diperkosa, yang menurut persidangan kasus ini, sebanyak lebih dari 400 kali. Ia hampir setiap saat dipukuli. Tubuhnya digantung di atas plafon dan diperlakukan seperti samsak. Perutnya kadang dihantam barbel.
Ia dibuat kelaparan, tapi juga dipaksa makan kecoa hidup atau meminum urinnya sendiri. Beberapa bagian tubuhnya dibakar, termasuk ditempeli lilin panas di kelopak mata. Bagian tubuh lain juga dimutilasi.
Dalam kondisi yang sedemikian brutal, ia tetap dipaksa untuk bermasturbasi di hadapan para pelaku. Kemaluan dan duburnya dimasuki berbagai benda dan mengakibatkan pendarahan yang hebat. Ia turut kehilangan kemampuan mengontrol kandung kemih dan buang air besar akibat perlakuan tersebut.
Pada Desember 1988, setelah satu bulan berada dalam penyekapan, Furuta sempat mencoba menelpon pihak kepolisian. Sayang, upayanya gagal karena ketahuan oleh salah seorang pelaku. Furuta kemudian dihukum lagi-lagi dengan cara dibakar...
Menghadapi siksaan yang amat itu, Furuta sampai meminta agar dirinya dibunuh saja agar penderitaannya berakhir. Namun, para pelaku menolak dan malah memaksanya tidur di balkon. Padahal, saat itu musim dingin.
Memasuki Januari, penyiksaan demi penyiksaan membuat kondisi fisik Furuta berubah. Luka-luka di sekujur tubuhnya mulai membusuk dan menghasilkan bau tak sedap. Para pelaku kehilangan nafsu bejatnya dan sempat mencari korban lain meski tidak disekap seperti Furuta.
Pada 4 Januari 1989 kondisi fisik Furuta sudah hancur lebur. Merujuk catatan Kenji Nakano untuk Tokyo Reporter, Furuta meninggal dunia setelah mendapat penyiksaan selama kurang lebih dua jam pada hari itu..
Para pelaku kemudian membungkus tubuhnya dengan selimut, menempatkannya di drum bervolume 200 liter, dan mengisinya dengan semen basah. Pada pukul 8 malam, mereka membawa drum ke sebuah daerah bernama Koto di Tokyo, kemudian membuangnya..
Penangkapan para pelaku terjadi pada akhir Januari 1989. Berdasarkan identifikasi sidik jari, drum yang berisi jenazah Furuta ditemukan dan dibongkar pada 30 Maret. Tak lama berselang, pengadilan atas kasus ini dimulai dengan mendatangkan seluruh pelaku, termasuk Miyano selaku inisiator.
Setelah menghadapi persidangan dan terbukti bersalah, masing masing pelaku akhirnya dijatuhi vonis oleh hakim. Namun Vonis tersebut terasa tidak adil, terutama dalam pandangan komunitas internasional. Hukuman yang paling ringan untuk pelaku adalah penjara 7 tahun. Sementara yang terberat, diberikan kepada Miyano, berupa 20 tahun kurungan penjara. Hakim sejak awal kesulitan memenuhi tekanan publik sebab para pelaku masih di bawah umur (di bawah 18 tahun).
Mereka menjalani hukuman di usia muda. Setelah bebas, beberapa pelaku masih saja membuat masalah. Ada yang menggawangi kasus penipuan, ada juga yang menjadi tersangka kasus penganiayaan. Mereka diamankan oleh pihak keamanan dan kembali meringkuk di balik penjara.
Minato, misalnya, pada pertengahan Agustus 2018, ia kembali ditangkap atas kasus pemukulan terhadap seorang karyawan perusahaan di Kota Kawaguchi. Ia juga menyayat leher korban dengan sebilah pisau. Polisi menetapkannya sebagai tersangka percobaan pembunuhan.