ku masih mendekam didalam tenda untuk menunggu Mardian, Logi dan Pak Witan kembali. Satu jam lebih telah berlalu, namun mereka semua belum juga kembali.
Cahaya api yang tadinya menyala terang di luar-sekarang perlahan-lahan sudah mulai menjadi redup kembali. Udara malam semakin terasa dingin di kulit meskipun aku telah memakai jacket dan selimut yang cukup tebal.
Suara burung malam sayup-sayup terdengar dari atas pohon, burung itu berbunyi setiap 7 hingga 8 detik sekali. Aku tidak tahu burung apa itu, bunyi suaranya benar-benar membuat suasana malam di hutan kebun karet ini menjadi semakin sunyi dan mencekam.
Tidak ada suara manusia yang terdengar. Semuanya sunyi dan diam seakan para jengkrik pun enggan untuk mengeluarkan suara mereka. Benar-benar malam yang menyeramkan.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba aku mendengar ada suara pijakan kaki yang sedang berlari ke arah tenda, aku pun langsung menebak bahwa orang tersebut pastilah Mardian atau Logi, dan ataupun Pak Witan. Sehingga akupun sampai berani kembali untuk keluar dari dalam gumpalan selimut.
Aku langsung menyalakan senter sambil duduk dan bersiap-siap untuk keluar tenda. Ketika aku hendak berdiri dan berjalan keluar, tiba-tiba saja suara pijakan kaki itu langsung lenyap. Dapatku dengar dengan jelas, bahwa suara itu berhenti dalam jarak sekitar 5-6 meter dari belakang tendaku.
Aku yang tadinya sedikit senang dan bersiap untuk keluar pun langsung diam dan tidak jadi berdiri. Aku diam untuk memperhatikan suara tadi dengan jelas. Benar, suara itu benar-benar sudah tidak terdengar lagi.
Aku mulai curiga dan menaruh sedikit rasa takut. Aku memutuskan untuk mematikan senterku dan kembali mengurung diri dalam selimut. Sekitar dua menit aku berada di dalam selimut, tiba-tiba suara pijakan kaki itu terdengar lagi. Kali ini suara itu terdengar amat pelan sekali seperti suara orang yang sedang berjalan pelan dengan mengendap-ngendap untuk bersembunyi.
Tidak mungkin Mardian dan Logi mau menakut-nakutiku, aku tahu mereka bukanlah tipe orang yang jail. Ataukah itu adalah Pak Witan yang sengaja ingin membuatku takut? Entah mengapa firasatku berkata demikian. Ya Tuhan, Aku ingin sekali menyapa dengan suaraku, namun aku takut kalau-kalau itu bukanlah Pak Witan ataupun dua temanku itu.
Aku masih diam dan memutuskan untuk bersiaga di dalam selimut dengan golok di tangan. Telingaku masih sibuk memperhatikan suara pijakan kaki yang berjalan memutar di sekeliling tenda.
Ya Tuhan, suara itu semakin dekat menghampiri tenda bagian belakang tempat posisi kepalaku berada. Aku hanya bisa pasrah diam dalam selimut tanpa bergerak sedikitpun.
Suara pijakan kaki itu tiba-tiba berhenti tepat di belakang tenda dekat kepalaku. Aku merasa seolah makhluk yang berjalan tadi sedang berdiri memperhatikan aku dari luar tenda. Aku masih tetap tidak mau bergerak sedikitpun. Kurasakan keringat sudah mulai keluar di sekujur tubuhku, dadaku bergetar hebat seakan ingin meledak. Aku bahkan bisa merasakan dan mendengarnya berdegup kencang tidak menentu.
Hening dan senyap. Yang terdengar hanyalah suara angin malam yang berdengung. Aku terus berdoa dalam hati untuk meminta pertolongan kepada Tuhan. Akan tetapi rasa takutku itu belum juga pergi sedikitpun.
Tiba-tiba aku mendengar suara pergerakan yang amat pelan sekali, kedengarannya seperti orang yang ingin bersiap-siap untuk melakukan sesuatu di belakang tenda. Aku mulai menggengam gagang golokku dengan teguh dan bersiap-siap untuk melakukan sesuatu.
Tiba-tiba terdengar suara yang begitu amat cepat, aku tidak bisa menjelaskannya lebih jelas. Suara itu di sambung dengan suara dentuman sebilah kayu yang menghantam kayu. Dan yang membuatku lebih kaget lagi ialah suara itu beriringan dengan suara orang yang sedikit memekik dan mengusir "Huuusss... Huuuss.." Dengan sangat keras, aku bahkan langsung terperanjat seperti orang yang tegang kesentrum arus listrik. Ternyata aku kenal dengan suara tersebut.
Itu adalah suara Mardian. .
"Mardian, kau kah itu?" Begitu tanyaku.
"Iya, ini aku, Ray" jawabnya.
"Ada beberapa ekor berang-berang yang sedang asyik mengganggu bahan logistik kita di luar tenda, dan sekarang mereka sudah pergi entah kemana Terang Mardian padaku.
Gila, aku semenjak tadi bersembunyi dan menggigil takut di dalam selimut ternyata makhluk itu adalah Mardian temanku. Aku sedikit kesal dan juga lega. Aku langsung meloncat keluar untuk menemuinya.
"Dari mana saja kalian? Kenapa kalian ninggalin aku sendiri di sini, hah? Kalian benar-benar gila!
Begitulah kata-kata yang keluar dari mulutku ketika pertamakali melihatnya muncul dari belakang tenda.
"Yah mau gimana lagi, tadi kau ku bangunin tapi kau malah bilang padaku : Aku ngantuk! Yah karena gak enak mengganggu tidurmu, kami pun pergi bertiga aja" Begitu jawab Mardian santai. Seolah tak bersalah sedikitpun.
"Kapan aku bilang demikian? Tanyaku lagi.
"Yah mungkin kau gak sadar, mungkin kau ngomong di luar kesadaran alias masih tidur tadi" begitu jawabnya.
Cerita misteri hutan karet bersambung....