Kalau dicerita sebelumnya sosok "Aku" mengaku adalah seorang Youtuber yang bertujuan membuat video dokumenter di kampung kakeknya, nah kira-kira gimana ya kelanjutan cerita "Misteri Hutan Karet" ini?
Anjing kakekku kembali menyalak. Kali ini bukan saja yang hitam, yang kuning pun juga serentak menyalak ke arah jalan. Aku sedikit kesal karena aku yang hampir saja tertidur tadi kini sudah harus kembali terbangun disebabkan oleh suara mereka.
Aku sedikit bertekad dalam hati, apapun makhluk yang berada di luar sana, dia harus pergi dan jangan lagi mengganggu anjing-anjing milik kakekku itu lagi.
Ku kenakkan jacket yang tebal, lalu ku pasangkan senter di kepalaku, sementara satu senter lagi berada di tangan kiriku. Aku membawa Ketapel milik kakekku dan juga beberapa butir batu, parang juga tidak lupa ku selipkan di pinggang kanan. Kini aku bersiap-siap memasukkan sepatu gunungku.
Kakek dan nenekku masih tertidur pulas di kamar mereka. Sepertinya mereka tidak mendengar betapa bisingnya suara-suara anjing yang menyalak di luar. Saat aku hendak beranjak dari depan pintu kamar kakekku itu, mendadak tiba-tiba suara atap rumah di lempar dengan batu. Dan itu terjadi berturut-turut sampai dua kali.
Aku langsung berlari keluar untuk mencari tahu perbuatan siapakah itu. Kali ini aku benar-benar merasa marah dan kesal. Pertama dia mengganggu anjing-anjing milik kakekku, dan yang kedua dia melempari rumah dengan batu? Tidak akan lagi aku biarkan sampai yang ketiga, karena itu sudah kelewatan. Begitulah bisikku dalam hati.
Kini, aku sudah berada di luar rumah. Pintu telah ku kunci rapat dari luar agar kakek dan nenekku aman berada di dalam. Untuk menghilangkan sedikit rasa was-wasku di dalam hati, aku memutuskan untuk menyalakan rokok ku.
Saat melihatku keluar, dua ekor anjing jantan milik kekek ku itu tiba-tiba terlihat seakan menjadi lebih berani kembali. Mereka bahkan sampai berlari keluar separuh jalan untuk menyalak ke arah jalan yang gelap, namun mereka tidak berani keluar halaman rumah terlalu jauh. Aku menebak, bahwa mereka tidak akan berani keluar dari halaman rumah ini tanpa aku ikut serta bersama mereka.
Aku mulai mengamati ke arah jalan dengan sorot cahaya senter yang menempel di kepalaku. Namun aku tidak menemukan apapun. Sebelum pergi keluar halaman rumah, aku memutuskan untuk mencari tahu sebesar apakah batu yang dilemparkan ke atap rumah kakekku tadi, yang tadi kudengar batu-batu itu jatuh dari atap rumah ke arah samping kiri halaman rumah.
Aku menemukan sebuah batu yang seukuran tinju. Dan yang satunya bukanlah batu, akan tetapi itu adalah buah mangga yang tinggal separuh. Mungkin buah mangga itu adalah sisa dari kelelawar yang secara kebetulan terbang di atas atap rumah, lalu tiba-tiba terkejut mendengar suara atap seng yang di lempar, dan akhirnya ia panik dan tidak sengaja menjatuhkan buah mangga tersebut di atas atap rumah kakekku. Jadi, lemparan batu itu cuma sekali, dan bukan dua kali. Begitulah simpulku pada saat itu.
Dua ekor anjing kakekku itu kini sudah hampir berada di pintu pagar halaman rumah. Namun mereka masih tidak berani keluar. Mereka hanya menyalak dari kejauhan, dan sesekali melihat ke arahku seolah-olah ingin memberitahukan padaku bahwa ada sesuatu yang berada tidak jauh dari luar pagar halaman rumah.
Aku pun segera bergegas untuk berjalan menghampiri mereka sembari tanganku juga menggenggam ketapel yang berisikan peluru batu seukuran dua kali bola kelereng. Kini aku sudah berada tepat di luar pintu pagar halaman rumah bersama dua ekor anjing milik kakekku.
Jika itu adalah babi hutan, pasti dia akan lari jika di salaki ole anjing dan apalagi anjing-anjing tersebut bersamaku. Pasti ini bukanlah babi hutan, begitulah gemingku.
Aku mulai mengamati sekeliling, pada saat itu aku merasa sudah menjadi seperti pemburu srigala yang pernah kulihat di film-film, hanya saja senjataku ini jauh lebih primitif di bandingkan dengan senjata mereka yang menggunakan senjata api.
Tidak ada yang kulihat dan yang kudengar kecuali hanyalah pohon-pohon karet yang rindang serta hembusan angin malam dan gerimis. Semuanya masih terlihat sunyi, sepi dan mencekam. Tanpa cahaya.
Pada saat itu, anjing hitam milik kakekku tiba-tiba berlari lebih dulu ke dalam ladang karet yang seluas puluhan hektare. Sementara yang berwarna kuning masih menyalak di depan seakan-akan sedang menungguku dan menyuruhku masuk untuk mengikuti ayahnya.
Oh iya, saya lupa memberitahu kalian, bahwa anjing kuning itu adalah adalah anak si hitam. Dulu si kuning punya kembarannya, namun sekitar 2 bulan yang lalu kata kakekku bahwa kembaran si kuning tewas mengenaskan di ladang karet dengan isi perut yang keluar dan bola mata yang hilang. Sedangkan ibu si kuning masih tidur di halaman belakang rumah kakekku untuk menyusui adik-adik si kuning.
Kembali pada cerita.
Si hitam masih terdengar menyalak ganas dengan suaranya yang keras sekitar puluhan meter di dalam ladang karet. Kini, si kuning juga sudah mulai masuk kedalam ladang karet. Aku memutuskan untuk mengikuti mereka dan melindungi mereka, apapun yang terjadi.
Gerimis kini semakin menjadi, sepertinya hujan lebat telah kembali tiba. Aku masih berjalan pelan dengan senter ku sembari menggenggam ketapel-walaupun pada saat itu aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang membuatku merasa sangat takut.
Dahan-dahan pohon karet terdengar bising saling menghantam satu sama lain karena tertiup oleh angin. Aku terus berjalan ke depan bersama si kuning untuk menemui si hitam yang masih menyalak. Kini kami sudah masuk cukup jauh kedalam ladang karet, tebakanku mungkin sudah mencapai sekitar 200 meter ke dalam.
Saat jarak antara aku dan si hitam masih sekitar 40 meter, tiba-tiba terdengar suara auman dari balik semak-semak di depan sana dekat si hitam menyalak. Aku langsung berlari sambil berteriak untuk mengusir makhluk yang saat itu aku tebak adalah seekor beruk ataupun orang hutan. Karena secara tidak sengaja aku sempat melihat makhluk itu sekilas berada di atas pohon dan kemudian menghilang.
Kini aku sudah bersama si hitam dan si kuning. Mereka masih menyalak ke dalam semak. Aku diam sesaat untuk mengamati sekeliling dengan teliti menggunakan dua senterku. Dan benar, aku menemukan orang hutan itu berada di atas dahan pohon karet yang tidak terlalu tinggi. Mungkin hanya setinggi 5-6 meter dari tanah.
Orang hutan itu bertubuh besar, sedikit aneh menurutku, karena bulunya tidak berwarna kuning seperti orang hutan kebanyakan, akan tetapi warna bulunya itu terlihat hitam pekat, ukurannya sangat besar. Aku bahkan hampir saja berlari karena sakin terkejutnya aku ketika melihatnya pada waktu itu.
Kini, aku tidak lagi memanggilnya orang hutan, dan aku akan memanggilnya makhluk aneh.
Makhluk Aneh
Makhluk aneh itu diam di atas pohon sambil membelakangi kami, sedikitpun tidak bergerak. Jika tidak di perhatikan dengan jelas, sekilas pandang makhluk itu hampir saja sudah terlihat seperti pohon yang di naikinya tersebut.
Walaupun si hitam dan anaknya si kuning terus menyalakinya, namun ia masih saja diam dan tidak bergerak sedikitpun. Kini si hitam menjadi lebih berani karena melihat lawannya itu tidak melawan. Ia kini sudah semakin dekat dengan makhluk tersebut. Jaraknya mungkin hanya sekitar enam sampai tujuh meter. Si kuning-pun juga mulai mendekat.
Dua ekor anjing tersebut terus menyalak dari bawah, sementara aku masih diam dengan ketapel di tangan untuk mengamati dengan jelas. Jarak aku dan pohon tersebut mungkin hanya sekitar 15 meter saja. Aku bingung dan sedikit penasaran. Makhluk apakah itu? Begitulah pertanyaan ku dalam hati.
Waduh tingginya 15 meter, kira-kira makhluk apa ya gengs? Penasaran dengan cerita "Misteri Hutan Karet" ini? Tunggu part selanjutnya ya gengs.