Misteri Hutan Karet Part 10 (Sebuah Pintu Tua)

Misteri Hutan Karet Part 10 (Sebuah Pintu Tua)

Waktu terus berlalu, kabut malam perlahan-lahan mulai terlihat turun membasahi tanah. Kini hujan lebat telah berganti gerimis kecil.

Saat itu, aku tidak tahu pasti pukul berapa. Karena aku tidak sempat melihat jam, dan yang jelas pada saat itu Logi masih juga tidur di dalam tenda. Aku menebaknya mungkin hampir memasuki pukul 01:00 dini hari.

Ilustrasi (arusutara.com)

Di dalam semak yang gelap di samping kanan tenda kami, tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang patah. Hal itu bahkan sampai membuat dua ekor anjing langsung menyalak. Pak Witan langsung berdiri dan kemudian menyorotkan cahaya senternya ke arah semak-semak tersebut. Namun beliau tidak melihat apapun kecuali hanya malam yang gelap serta di taburi oleh kabut-kabut tipis.

Beliau masih berdiri, terlihat sedikit penasaran. Bahkan Mardian juga ikut mengintip. Namun tetap saja tidak ada yang terlihat mencurigakan.

"Mungkin ranting pohon mati yang jatuh"

Begitu kata Mardian dengan santai. Dia kemudian kembali duduk untuk meneguk kopi dan kemudian menyalakan rokoknya. Begitupun denganku. Kini, Pak Witan juga sudah kembali duduk di posisi semula.

Aku pamit sebentar setelah menyalakan asap rokok untuk pergi buang hajat di belakang tenda.

Setibanya di belakang tenda, aku langsung membuang hajatku karena mungkin sudah tidak tahan lagi. Aku pipis dalam jarak sekitar 10 meter di belakang tenda. Sekitar 20 meter di depanku itu ada semak-semak yang setinggi dua meter. Aku tidak melihat apapun, aku terus melanjutkan pekerjaanku.

Setelah selesai buang hajat, aku kembali berjalan menuju tenda. Namun pada saat itu juga, tiba-tiba aku tidak sengaja mengarahkan cahaya senterku saat posisi tubuhku berputar balik badan ke arah beberapa pohon karet dekat semak yang ku katakan tadi.

Aku melihat seolah-olah ada sesuatu yang terlihat aneh yang bergerak dan sembunyi di belakang pohon tersebut. Aku tidak tahu pasti apakah aku ini salah lihat dan ataukah itu benar-benar ada. Hingga aku pun kembali menyorotkan cahaya senterku itu ke arah pohon tersebut, namun aku tidak melihat apapun. Mungkin aku salah lihat, begitulah dugaan ku.

Aku kembali berjalan menuju tenda.

Tiba-tiba seekor anjing milik pak Witan berlari ke belakang tenda ke arahku yang sedang berjalan. Anjing itu menggonggong keras. Anjing-anjing yang lainnya juga ikut berlarian ke arahku dan kemudian melewatiku hingga cukup jauh di belakangku.

Pada saat yang sama pula, ku lihat Logi pun sudah terbangun dari tidurnya. Ia juga ikut berlari ke arahku bersama Pak Witan dan Mardian dengan senjata api di tangan.

"Kenapa anjingnya Pak, Wo?" Aku bertanya pada pak Witan. Begitulah aku biasa memanggil beliau.

Pak Witan hanya menjawabnya dengan gelengan kepala, tidak tahu. Beliau terus berlari bersama Logi mengejar anjing-anjing tersebut untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sementara aku berlari kembali menuju tenda untuk mengambil parang dan ketapel milik kakekku yang ketinggalan. Setelah itu aku dan Mardian juga ikut berlari dari belakang untuk menyusul mereka.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"