Praktik jabat tangan orang-orang jaman Yunani Kuno itu juga dilakukan kayak orang jaman sekarang saat menyambut. Mereka sama-sama menggerakkan tangannya. Tujuannya adalah sama-sama mengerti bahwa mereka berdua tidak menyembunyikan senjata apa pun yang bisa melukai.
Oleh karena itu, jabat tangan dari dulu dikenal sebagai simbol perdamaian. Makna itu juga masih berlaku sampe sekarang.
Di balik itu, jabat tangan yang kini dikenal sebagai tanda perkenalan ternyata gak berlaku di beberapa budaya dunia.
Berkenalan dalam tradisi laki-laki di Etiopia adalah dengan menyentuh pundak. Itu adalah tanda mengucapkan salam. Sementara di Kongo, laki-laki akan mengucapkan salam dengan cara menyentuh dahi orang yang ditemuinya.
Di Jazirah Arab, laki-laki yang bertemu biasanya gak berjabat tangan gengs saat mengucapkan salam. Mereka justru saling berpelukan, dan juga ... cipika cipiki.
Sementara di Tibet, orang-orang akan berkenalan dengan cara sama-sama menjulurkan lidahnya. Setelah itu, berarti kamu resmi berkenalan dengan mereka.
Mungkin cara orang-orang Tibet dalam mengucapkan salam pas bertemu ini bisa diterapkan nih selama social distancing diberlakukan. Bahkan kini statusnya naik menjadi 'physical distancing', penjarakan fisik. Bukan lagi social distancing lagi.
Minimal menyapa atau mengucapkan salam pada orang lain selama kondisi ini, tidak terjadi kontak fisik yang intens. Setidaknya kita juga bisa memutus persebaran virus corona itu.
Tapi harapannya sih semoga situasi ini bisa segera mereda ya gengs. Dan itulah perbedaan tentang jabat tangan yang fungsinya berbeda antara jaman dulu dan jaman sekarang.