Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Asalkan diraih dengan tekad dan usaha yang sungguh-sungguh. Tujuan yang kita bidik pasti akan menemukan jalannya, meski tak jarang melalui cara tak terduga. Padahal, jalan tersebut sebenarnya bukan tak terduga dan "datang dengan sendirinya", melainkan berasal dari akumulasi ikhtiar, usaha, serta doa kita.
Kira-kira seperti itulah kisah Dodik Pranata Wijaya, seorang staf khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Bidang Mitra Luar Negeri dan Mitra Perguruan Tinggi. Berasal dari keluarga sederhana di Sampang, Madura, sang Ibu adalah seorang penjual nasi dan sang Bapak supir truk, Dodik hampir tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi. Ya, tentu saja karena soal biaya.
Namun, Dodik yang semenjak kecil sudah ditanamkan etos kerja keras dan pantang menyerah tentu tidak pasrah begitu saja. Ia yang sudah terbiasa belajar sambil bekerja di masa sekolah, salah satunya membantu ekonomi keluarga dengan berjualan bawang secara door to door, ngotot berkuliah demi mengangkat harkat derajat keluarga.
Lantas, darimana biaya kuliah bisa didapatkan Dodik?
Pada awalnya Dodik bingung. Lalu, selama dua tahun setelah lulus SMA ia menjadi guru di salah satu yayasan sambil tetap memelihara mimpinya untuk dapat kuliah. Di tengah perjalanan, ia nyaris saja mengubur cita-citanya belajar di perguruan tinggi, kalau saja "hal tidak terduga" itu tak datang. Ya, pada 2011 silam, Dodik mendapat beasiswa dari Bidikmisi atau kini dikenal dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Untuk diketahui, KIP Kuliah adalah bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi lulusan SMA/Sederajat yang memiliki potensi akademik baik, tetapi memiliki keterbatasan ekonomi. KIP Kuliah berbeda dari beasiswa karena berfokus pada memberikan penghargaan atau dukungan dana terhadap mereka yang berprestasi. Hal ini sesuai penjelasan dari Pasal 76 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.