Gubuk Cinta, Tradisi Unik Etnis Kreung untuk Mencari Jodoh yang Melazimkan Seks Bebas?

Gubuk Cinta, Tradisi Unik Etnis Kreung untuk Mencari Jodoh yang Melazimkan Seks Bebas?
Gubuk Cinta, Tradisi Unik Etnis Kreung untuk Mencari Jodoh (Techpuffs)

Akan tetapi interaksi antara sepasang pemuda di gubuk cinta tidak selalu diwarnai hubungan seksual. Kadang yang terjadi hanya hubungan persahabatan belaka, dan jika si pria berkunjung yang mereka lakukan mungkin hanya mengobrol hingga larut malam lalu tidur.

"Jika aku tidak ingin mereka menyentuhku, mereka tidak akan melakukannya. Kami cuma mengobrol dan tidur." ucap Nang Chan, gadis berumur 17 tahun yang sudah tinggal di gubuk cinta selama dua tahun.

Seperti gadis-gadis lainnya, Chan biasa mencari tahu dulu seperti apa kepribadian si pemuda, pandangan hidupnya, keseriusannya, dan sopan santunnya sebelum ia memutuskan untuk bersedia didekati. Kadang para gadis memang harus mengenal sederet pemuda sebelum mereka benar-benar menemukan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup.

Penduduk Etnis Kreung memang menghargai seks pra nikah. Jika melakukan hubungan seksual di luar nikah pada budaya-budaya lain dianggap kehilangan kesucian dan kehormatan, dalam budaya Kreung lepasnya keperawanan seorang gadis justru dianggap sebagai simbol dari kedewasaan dan kemandirian. Seperti dikutip dari Phnom Penh Post, menurut mereka seks adalah cara bagi pasangan muda-mudi untuk menunjukkan kepada para orang tua bahwa mereka saling mencintai dan berniat serius menjalani komitmen.

Gubuk Cinta, Tradisi Unik Etnis Kreung untuk Mencari Jodoh (Techpuffs)

Tradisi ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi remaja puteri untuk belajar tanggung jawab dan kehati-hatian dalam urusan seks. Para orang tua pun tak keberatan anak mereka 'berhubungan' dengan beberapa pemuda sebelum menemukan pasangan sejatinya asalkan si gadis aman dan diperlakukan dengan baik oleh pemuda yang mereka cintai.

"Jika kami sudah berhubungan badan dan kami yakin saling mencintai, orang tua juga setuju, maka kami bisa menikah."

Lebih lanjut, Ravee, warga Etnis Kreung dari Desa Kala yang sudah berumur 70 tahun mengatakan, "Dalam komunitas masyarakat kami berhubungan badan sebelum menikah adalah hal yang lumrah. Tetapi sekarang orang tua bisa ikut mengenal si pemuda karena dia akan tinggal bersama mereka selama beberapa hari. Dengan begitu mereka bisa mencari tahu apakah latar belakang si pemuda, apakah dia berasal dari keluarga baik-baik atau apakah dia rajin bertani."

Walaupun mungkin banyak orang yang berpendapat bahaya bagi seorang wanita muda untuk tinggal sendirian di sebuah gubuk yang terpisah, menurut Ravee pemerkosaan bukan masalah dalam komunitas etnis Kreung. Meskipun ia tidak bisa menunjukkan bukti statistiknya, menurutnya hukuman adat di suku Kreung cukup efektif dalam mencegah tindak pemerkosaan dalam proses pencarian jodoh ini.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"