Sukses jadi juara All England 2020 duet duo Praveen dan Melati kini mereka dihantui mitos juara All England di Olimpiade. Ini sudah jadi tugas mereka untuk melawannya.
Tau gak sih, dalam sejarah gak ada juara ganda campuran All England yang berhasil juara Olimpiade di tahun yang sama. Sedangkan hal tersebut tidak berlaku di nomor lainnya.
Soalnya sejarahnya udah berturut-turut, dari kisah Park Joo-bong/Ra Kyung-min (juara All England 1996), Kim Dong-moon/Ra Kyung-min (All England 2000), Kim Dong-moon/Ra Kyung-min (All England 2004), Zheng Bo/Gao Ling (All England 2008), Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (All England 2012), dan Praveen Jordan/Debby Susanto (All England 2016), semuanya gagal jadi juara Olimpiade setelah beberapa bulan jadi juara All England. Waduh gils~
Makanya digadang-gadang kutukan itu yang kemudian datang menghampiri Praveen dan Melati setelah jadi juara All England tahun ini gengs.
Namun dibandingkan mengkhawatirkan hal-hal yang belum datang, lebih baik merayakan kegembiraan yang telah dipastikan. Kegembiraan melihat Praveen/Melati berhasil membawa nama ganda campuran Indonesia kembali ke tempat tertinggi.
Sebenarnya sejak Liliyana Natsir pensiun, pertanyaan tentang kualitas ganda campuran terus mengapung ke permukaan dan sampai hampir diragukan. Pemain-pemain di pelatnas dianggap belum berkualitas untuk bisa menggantikan Liliyana.
Kemenangan di All England setidaknya bisa sedikit menjawab hal tersebut sih. Melati Daeva membuktikan bisa jadi pemain putri yang mumpuni untuk memimpin pertarungan di depan net.
Sebagai seorang pemain ganda campuran, beban Melati tentu bakalan gede banget karena tumbuh dengan terus dibandingkan dengan nama besar Liliyana Natsir. Namun, Melati harus tetep percaya diri dan meyakini bahwa ia juga seorang pemain yang punya talenta dan skill yang mumpuni.
Sejak masa junior, Melati sudah disorot sebagai salah satu calon bintang di dunia badminton Indonesia. Keberhasilan Melati jadi juara dunia junior bersama Edi Subaktiar adalah bukti ia bisa jadi pemain yang diandalkan.
Sedangkan Praveen Jordan juga tak boleh ditaklukkan oleh keraguan. Praveen sudah lama disebut sebagai salah satu pemain dengan serangan mematikan di Indonesia. Dan nyatanya terbukti kan lewah pertandingannya.
Ya meski sempat tampil inkonsisten selepas ditinggal Debby pensiun, Praveen kini mulai unjuk gigi sebagai pemimpin serangan.
Praveen dan Melati sama-sama punya hal yang ingin dibuktikan. Praveen ingin bisa tampil sebagai pemain yang lebih konsisten dan minim kesalahan sedangkan Melati punya tekad bisa tampil lebih taktis di depan net.
Dengan usia matang kedua pemain, Praveen (kelahiran 1993) dan Melati (kelahiran 1994) punya waktu terbaik untuk memenangkan Olimpiade di tahun ini. Empat tahun mendatang, kesempatan itu belum tentu lagi datang.
Lalu...gimana dengan kutukan juara All England di Olimpiade ya? Emmm...Rekor-rekor buruk itu ada untuk ditaklukkan sih. Kutukan ada untuk dipatahkan. Dan Atlet Indonesia pasti bisa!
Kekhawatiran Praveen dan Melati tak bisa juara Olimpiade terlalu jauh untuk diapungkan.
Gak usah lihat dari sisi mitos, dari segi teknik dan kualitas permainan, perjuangan pasanganganda baru iniu juga bisa jadi juara Olimpiade dan itu tidak mudah loh gengs.
Zheng Siwei dan Huang Yaqiong bakal jadi musuh utama untuk menggagalkan ambisi Praveen/Melati. Belum lagi Wang Yilyu/Huang Dongping yang saat ini jadi ganda campuran nomor dua dunia.