Di Kampung Kreung, Ratanakiri, wanita yang telah puber atau beranjak dewasa akan dibuatkan gubuk bambu yang berlokasi dekat rumah oleh ayahnya. Lalu, gubuk inilah dimana mereka akan mengajak laki-laki manapun secara bebas.
Di gubuk ini perempuan memegang kendali atas apa yang terjadi, seperti seks antara dirinya dan teman laki-laki yang diundangnya. Hanya akan terjadi bila dia menghendakinya.
Dan di gubuk inilah, para wanita memiliki kendali penuh atas apa yang terjadi, termasuk seks dengan pria yang diundangnya.
Namun, di suku ini para laki-laki juga diajarkan untuk tetap menghormati dan menuruti kemauan wanita. Apalagi jika mereka diundang sebagai tamu di gubuk cinta, maka mereka harus mengikutinya tanpa khawatir memalukan keluarga.
Akan tetapi, dalam suku ini, wanita tak diizinkan memiliki banyak pasangan saat menikah. Mereka tak mengenal istilah ‘pelacur’ atau ‘pelakor’. Bahkan, dalam suku ini, kasus perceraian, kekerasan seksual dan pemerkosaan hampir tidak ada. Mereka begitu menjunjung tinggi nilai feminisme tanpa mempelajari teori-teori feminisme itu sendiri.
Para tetua adat percaya bahwa wanita sebagai ibu akan menjadi penerus suku sehingga mereka diizinkan untuk memiliki hak atas tubuhnya sendiri.