Yah benar, begitulah aku. Setiap kali dibangunin aku suka marah dan memekik kepada siapa saja yang membangunkan ku. Bagi siapa saja yang tidak tahu tentang hal tersebut jelas pasti akan mengira bahwa aku benar-benar serius berbicara seperti itu. Tapi sumpah, itu semua di luar kesadaranku.
Biasanya kalau kakek dan nenekku membangunkan ku untuk sholat shubuh, mereka pasti membangunkan ku sampai aku duduk. Kalau belum duduk berarti aku belum bangun meskipun mulutku sudah berbicara tidak karuan, alias tidak sadar karena masih tidur.
Yah benar, itu bukan salah Mardian.
"Ada apa di sana? Kenapa kalian pergi kesitu seolah ada sesuatu yang janggal di sana?"
Begini ceritanya Ray.
"Tadi sewaktu kami lagi jaga-jaga diluar bareng Pak Witan, tiba-tiba ada suara keributan anjing-anjing yang sedang ribut di sana, lalu tiba-tiba anjing kakek mu dan anjing Pak Witan langsung berlari untuk mendatangi suara tersebut. Kami tidak sempat menahan mereka, dan kemudian aku langsung membangunkan kau dan Logi untuk menyusul anjing-anjing tersebut, tapi karena kau bilang masih ngantuk, yah kamipun memutuskan untuk pergi bertiga"
"Terus apalagi ceritanya?" Kali ini aku mulai penasaran.
"Sesampainya kami di sana, kami melihat seekor beruang madu jantan yang sedang di kepung oleh beberapa ekor anjing. Beruang itu melawan dan kemudian menyerang anjing-anjing yang berada di dekatnya. Dan akhirnya dua ekor anjing- pun meninggal karena terluka parah di bagian leher" begitu terang Mardian padaku.
"Anjing siapa yang mati?" Aku bertanya panik khawatir akan dua ekor anjing kesayangan kakekku.