Setelah mendengar hal tersebut, untuk memastikannya, Mardian pun memberanikan diri untuk melihatnya sekali lagi. Sedangkan Logi bersiap-siap menodongkan senjatanya dari belakang untuk menjaga Mardian.
Aku masih berdiri di posisi yang sama tidak beranjak sedikitpun. Pak Witan juga berdiri bersamaku. Kami berada di belakang Logi. Semua cahaya lampu senter kami menyorot ke arah yang sama, yaitu ke arah bunyi suara itu berasal.
Mardian terus berjalan pelan sambil tangannya bersiap-siap untuk menarik pelatuk senjata. Semuanya tiba-tiba mendadak runyam, berubah menjadi sunyi dan mencekam, tidak ada yang terdengar selain dari pada bunyi suara tetesan air yang jatuh di ruangan pertama. Kini, suara bising itu benar-benar telah lenyap entah kemana.
Sekitar 5 meter lagi di depan, Mardian akan segera sampai di tempat Pak Witan melihat mahkluk tersebut. Selangkah demi selangkah dia ayunkan dengan begitu pelan sekali. Aku bahkan tidak bisa mendengar sedikitpun bunyi telapak sepatunya itu yang menginjak lantai. Keadaan benar-benar terasa sangat menegangkan.
Berselang beberapa detik kemudian, tiba-tiba Mardian menoleh ke belakang. Kepala dan alis matanya bergerak pelan seakan bertanya kepada Pak Witan.
Dimana?" Begitu maksud dari isyarat wajahnya tersebut. Dia bertanya kepada Pak Witan tentang dimanakah makhluk itu berada, karena sepertinya dia tidak menemukan apapun di tempat tersebut.