Saat memasuki ruangan yang begitu gelap ini, seseorang akan merasakan aroma kemenyan yang menyengat serta aura mistis yang kuat.
Memang, tak sembarang orang yang bisa melihat penampakan senjata-senjata tersebut. Kalo kamu ingin melihatnya, kamu harus meminta juru kunci untuk mensucikan dirimu terlebih dulu di salah satu sumur yang sudah dikeramatkan.
Lokasi sumur itu sendiri berada di dekat sebuah pendopo yang menutupi sebagian batang tubuh pohon beringin.
Mbah Martonakin, sosok generasi ke-8 yang menjaga petilasan tersebut berpesan bahwa Mbah Wujud Beji merupakan nama yang diberikan untuk petilasan (tempat bersemedi).
"Ini adalah pusat petilasan, tempat kumpul. Nama tersebut adalah gambaran. Batin (hati) dengan Ilmu yg tersirat. semua pendekar dan tokoh zaman dulu, termasuk pak Soekarno pada masa hidupnya bertapa di sini. Untuk menghening mencari ketenangan batin," kata pria berusia lebih dari 65 tahun, Sabtu 11 April 2015.
Biasanya, para tokoh zaman kerajaan dulu akan berkumpul di tempat itu untuk membersihkan diri. Mereka juga sering bertukar pikiran serta menguji kekuatan masing-masing di tempat itu.
"Petilasan yang disampaikan untuk pituah (petuah). Yang bicara hati. Tirakad kalaton, membersihkan diri. Jika kamu percaya, maka silahkan dicoba. Kalau kamu nanya saya siapa saja yang pernah melakukan petilasan disini? Maka saya akan jawab hampir semua tokoh saksi berkumpul disini," ujarnya.
"Temasuk, Sunan Kalijaga, Pangeran Diponegoro hingga Ratu Pantai Selatan. Tapi ya itu tadi, semua tidak bisa dipikirkan dengan akal logika. Ini semua ghoib. Tergantung kamu mau percaya tau tidak. Ini soal keyakinan," jelas Martonakin sambil menghisap dalam-dalam rokok kreteknya.
Mbah Martono menjelaskan bahwa jika siapapun yang penasaran dengan apa yang ada dibalik pendopo di bawah pohon beringin itu, maka orang itu harus mensucikan diri dengan menggunakan air dari sumur ke tujuh yang berada di bawah area kramat tersebut.
Setelah itu, Mbah Martono akan menuju ke ruang yang berukuran 2x5 meter dimana berbagai senjata disimpan dan siap untuk dibuka. Ketika memasuki ruangan, terasa aura serta kesan mistis yang begitu kuat.
Posisi setiap senjatanya disandarkan langsung pada batang pohon beringin yang sudah dipagari. Dan di depannya, kamu akan melihat banyak sesajen, baik berupa makanan, buah, hingga minuman bersoda. Semuanya masih tampak utuh.
Setelah masuk, Mbah Martono pun melanjutkan dengan melakukan ritual khusus menggunakan sesaji.
"Saya hanya berpesan, ini adalah warisan budaya leluhur. Tugas kitalah untuk menjaga dan melestarikannya. Saya tidak perlu membahas peran pemerintah. Karena memang tidak ada. Mereka tidak peduli dengan keberadaan tempat ini," kata Mbah Martono.
Ya, meski usianya telah senja, namun semangat dan kegigihannya untuk merawat tempat ini tak perlu diragukan lagi. Bahkan, pria yang masih tampak tegap diusianya yang telah lanjut itu tak pernah mengharap imbalan atas jasa-jasanya ini.
Semua dijalaninya dengan ikhlas. Hanya satu yang diharapkan Mbah Martono, tempat petilasan itu dijadikan cagar budaya.