Itu sebabnya, tim Harun menyimpulkan jika praktik pesugihan di Gunung Kawi diartikan sebagai pengorbanan antara harta dan nyawa.
Masing-masing pelaku biasanya akan mendapatkan prosesi ritual berbeda, tergantun apa tujuan dan motif dari ritual itu sendiri.
Dalam observasi dan wawancara, informan yang ditemui tim Artha Kawi mengungkapkan bahwa setiap individu akan ditanya terkait keinginan atau tujuan ritual. Misalkan meminta kekayaan maka mereka harus memenuhi syarat yang disampaikan oleh pembimbingnya.
Apabila dalam waktu satu tahun harapan mereka terkabul maka pelaku ritual harus menggelar selamatan sebagai bentuk pengorbanan. Biasanya ritual yang dilakukan pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro.
"Jadi yang minta kekayaan itu diminta itu ya. Kekayaan itu ditanya, kamu mau apa, tapi ya diminta imbalannya. Nanti kalau misalnya kamu satu tahun bisa kaya, itu diminta tiap tahun. Kalau nggak masuk ya kita yang meninggal. Dari keluarganya, kalau nggak keponakan," kata Harun mengutip hasil wawancara tim dengan R, pelaku ritual berusia 78 tahun asal Lumajang.
Harun mengatakan tumbal atau pengorbanan bagi pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi wajib dilakukan sekali dalam satu tahun.
"Kebanyakan para pelaku ritual yang berasal dari luar Gunung Kawi. Mereka datang ke Keraton Gunung Kawi pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro dan Hari Raya Idul Fitri," kata dia.