Pemerintah Mongolia akhirnya menutup sementara seluruh gerai retoran KFC di negara itu. Ini terjadi setelah pemerintah mengetahui sebanyak 42 pelanggan restoran cepat saji itu keracunan dan dirawat di rumah sakit.
Insiden keracunan yang menelan banyak korban ini terjadi di ibu kota Ulaanbaatar. 42 korban keracunan tersebut saat ini menjalani perawatan medis. Tak hanya itu, seperti dilansir Channel News Asia, sekitar 247 pelanggan lainnya melaporkan telah menderita diare serta muntah-muntah.
Kejadian ini diduga terjadi karena masalah kebersihan internal di restoran tersebut.
Badan Inspeksi Profesional Metropolitan mendapati bahwa penampungan air di salah satu gerai KFC di sana terkontaminasi bakteri.
Menanggapi kejadian nahas ini, juru bicara KFC Global mengaku menyesal.
"Kami sangat menyesalkan dampak negatif yang diderita banyak orang, terutama bagi pelanggan kami di restoran (cabang) Zaisaan. Kami akan bekerja untuk mendukung tim kami dan pelanggan selama masa sulit ini," tulisnya dalam sebuah surel.
Saat ini, pemerintah Mongolia telah menutup seluruh gerai KFC hingga investigasi selesai. Penyelidikan ini berfokus untuk mencari tahu penyebab dari insiden yang meresahkan masyarakat tersebut.
Tavan Bogd, seorang konglomerat yang mengoperasikan restoran cepat saji asal Amerika Serikat di Mongolia sejak 2013 itu kemudian meminta maaf.
Ia mengatakan bahwa insiden itu terjadi akibat tidak tegasnya pemeriksaan kualitas internal restoran. Di samping itu, ia juga menyesali bahwa peraturan harian tidak dilaksanakan dengan baik.
Meski begitu, kejadian di Mongolia ini bukan kali pertama yang terjadi. Sebelumnya, penutupan restoran KFC terjadi pada Februari 2018 lalu di Inggris.
Di sana, sejumlah gerai KFC ditutup karena krisis pasokan ayam. Gerai KFC cabang Bristol, Cheshire, Devon, Newcastle, Suffolk, dan Surrey terpaksa tidak beroperasi lantaran minimnya stok ayam potong.