Fenomena ini kabarnya sudah ada sejak sebelum zaman kerajaan Majapahit dan kerajaan Mataram Islam. Ketika itu, para petani yang berkelana menjadikan mudik sebagai tradisi kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama saudara.
Di momen tersebut, para petani juga akan membersihkan makam leluhur dalam rangka meminta permohonan keselamatan dalam mencari rezeki di perantauan. Pada saat itu, mudik tidak memiliki keterkaitan dengan perayaan Idul Fitri.
Sampai akhirnya sekitar tahun 1970-an, istilah "mudik" semakin populer dan mulai dikaitkan dengan Lebaran. Saat itu, Jakarta menjadi magnet bagi penduduk desa yang berbondong-bondong merantau untuk mencari pekerjaan.
Perantau yang berada di Kota Jakarta akhirnya memanfaatkan cuti panjang di momen Hari Raya Idul Fitri untuk kembali ke kampung halaman. Hingga saat ini, mudik sudah menjadi tradisi bagi seseorang yang merantau di kota orang lain untuk pulang ke kampung halaman merayakan Lebaran.
Adapun pelaksanaan mudik ini ditandai dengan padatnya arus lalu lintas setiap tahun baik jalur darat, udara, maupun laut. Selain itu, pelaksanaan mudik juga menjadi salah satu bentuk menghormati orang tua dan keluarga besar di kampung halaman.