Dalam hal karakter, kaum hawa memang mendominasi untuk urusan mengasuh/memelihara, yang dapat menghadirkan lebih banyak situasi emosional, sedangkan pria cenderung masuk ke bidang yang lebih teknis, yang kemungkinan menghadirkan lebih sedikit kesempatan untuk mengekspresikan emosi, menurut Vingerhoets dan Cornelius.
# Lokasi Mempengaruhi Frekuensi Menangis Seseorang
Lokasi tempat tinggal seseorang juga diprediksi mempengaruhi frekuensi menangis pria dan wanita.
Charles Darwin pertama kali mencatat bahwa menangis dalam budaya Barat, khususnya negara asalnya di Inggris, jauh lebih jarang daripada di budaya non-Barat.
Studi klinis pada awal 1980-an, lebih dari 70 tahun setelah pengamatan Darwin, menemukan bahwa pria dan wanita Amerika menangis sekitar dua kali lebih banyak daripada pria dan wanita Hungaria.
Di 37 negara di seluruh dunia, wanita lebih banyak menangis daripada pria, "walaupun ada beberapa negara (terutama Afrika) di mana perbedaannya minimal." kata Vingerhoets.
Negara-negara yang mengizinkan kebebasan berekspresi dan sumber daya sosial yang lebih besar, seperti Chili, Swedia dan Amerika Serikat melihat kesenjangan yang lebih besar dalam isak tangis.
Sementara negara-negara dengan rezim yang lebih menekan, seperti Ghana, Nigeria dan Nepal, melaporkan kesenjangan yang jauh lebih kecil dalam menangis, menurut sebuah studi 2011 oleh Dianne van Hemert dari Netherlands Organization for Applied Scientific Research dan rekan-rekannya di jurnal Cross-Cultural Research.
# Hormon Mempengaruhi Frekuensi Menangis Seseorang
Terlepas dari di mana kamu tinggal atau apa yang kamu lakukan, perbedaan tangisan antara pria dan wanita juga dapat terjadi karena biologi, terlebih soal kadar hormon.