'Duck Syndrome' berasal dari gagasan bahwa seekor bebek dapat terlihat tenang mengambang di permukaan air, padahal kakinya dengan sibuk mengayuh agar tetap bertahan mengambang di permukaan.
Banyak orang mengidentifikasikan diri mereka dengan gambaran ini karena mereka merasa harus menjaga ketenangan sambil berjuang untuk mengimbangi orang lain. '
'Duck syndrome' bukanlah penyakit mental atau diagnosis kesehatan mental formal.
Namun, perasaan "mendayung dengan panik" sambil mempertahankan sikap eksternal yang tenang. Sindrom ini adalah pengalaman nyata, dan mungkin disebabkan oleh masalah kesehatan mental atau stres.
Paling Sering Dialami oleh Mahasiswa
Seringkali mahasiswa mengalami fenomena duck syndrome akibat stres semasa sekolah. Mahasiswa mungkin tampak tenang di permukaan, seperti bebek tenang yang meluncur di atas air, padahal mereka sebenarnya berjuang di bawah permukaan untuk mengimbangi tekanan dari pengalaman kuliah mereka.
Beberapa siswa mungkin tampak seolah-olah mereka dengan mudah menjalani kehidupan mereka, menangani akademik, kegiatan ekstrakurikuler, dan kehidupan sosial dengan mudah. Namun, fasad ini seringkali menyembunyikan realitas tantangan yang mereka hadapi dan upaya yang mereka lakukan untuk memenuhi harapan yang tinggi.
Teman sebaya mungkin tanpa sadar berkontribusi pada budaya yang menciptakan 'duck syndrome' ini. Misalnya, mereka mungkin memproyeksikan gambaran kesuksesan, kebahagiaan, dan prestasi di media sosial atau dalam percakapan. Namun, hal ini dapat menciptakan siklus keraguan dan perbandingan diri.
Tak hanya mahasiswa, masyarakat yang gemar bermain media sosial tanpa mereka sadari mungkin juga mengalami sindrom ini. Apa yang mereka tampilkan di media sosial, seringkali tidak sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi di hidup mereka.