Kota Solo terkenal dengan warisan kuliner yang khas seperti tengkleng, soto, tongseng, hingga serabi. Tapi makanan dengan olahan daging anjing menjadi populer saat ini. Padahal sejumlah pihak termasuk komunitas Dog Meat Free Indonesia atau DMFI menyayangkan daging anjing yang dijual bebas dan jadi makanan sehari-hari masyarakat Solo.
Dilansir dari Solopos, banyak warung yang menyajikan makanan daging anjing itu. Sementara itu mantan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo mengaku sudah mengeluarkan regulasi soal konsumsi daging anjing namun nampaknya sulit karena daging anjing sudah menjadi bagian dari tradisi kuliner di Solo.
Zaman dulu di Solo memang banyak ditemui para penangkap anjing. Saat menangkap dan memusnahkan hewan berkaki empat itu, mereka menggunakan cambuk dan perangkap untuk menjerat leher anjing. Ditambah di Solo memang banyak penduduk yang beragama non muslim sehingga halal untuk makan daging anjing.
Memang sejak kapan masyarakat di Solo sudah konsumsi daging anjing? Dalam catatan Heri Priyatmoko seorang dosen dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengatakan jika penjual daging anjing di Solo sudah ada sejak zaman dulu. Pada zaman dulu hingga tahun 1980-an, para pedagang daging anjing berjualan dengan cara berkeliling.
Makanan olahan daging anjing yang dijual antara lain menu grabyasan atau biasa disebut anjing goreng, sate anjing, tongseng anjing, hingga daging anjing yang diolah menjadi rica-rica. Para pedagang daging anjing di Solo berasal dari daerah di sekitar Solo, salah satunya Kabupaten Sukoharjo.
Salah satu pemilik warung makan yang menjual daging anjing yang terkenal di Solo bernama Mitro Jologug. Sampai sekarang meski sang pemilik sudah tiada namun usaha warung daging anjing dilanjutkan oleh anak-anak dan para cucunya. Banyak orang Solo dan pendatang yang datang ke warung itu untuk makan daging anjing.