Kami terus berjalan pelan.
"Hey! Sini, Cepat!
Logi berteriak memanggil kami. Kamipun segera bergegas untuk melihat apakah benda yang hendak ia tunjukkan kepada kami itu.
"Bukankah itu adalah tulang-tulang manusia?" Logi bertanya dengan nada suara yang cukup tinggi, sehingga membuat aku sedikit terkejut mendengarnya. Apa lagi dia mengatakan tulang manusia, bukan main terkejutnya aku mendengarnya.
Benar itu adalah tulang manusia. Tulang tulang itu terlihat berserakan di lantai dalam ruangan yang tertutup rapat oleh jeruji besi. Tulang-tulang tengkorak itu terlihat sangat mengenaskan, hampir semua tulang-tulangnya itu terlihat banyak yang lepas dari anggota badannya. Mungkin mereka di bunuh dan kemudian di biarkan begitu saja hingga jasad mereka membusuk dan hancur. Begitulah dugaanku.
Setelah melihat kejadian tersebut, sekujur bulu romaku mulai berdiri. Aku dapat merasakan rasa takutku tiba-tiba saja datang menyerangku. Akan tetapi aku berusaha untuk tetap tenang dan berjalan dengan santai bersama teman-temanku.
Tidak lama setelah itu, tiba-tiba saja kami mendengar ada suara orang yang memukul besi dengan pukulan yang cukup keras. Bayangkan jika ada orang yang memukul besi dalam ruangan yang tertutup, bunyinya terdengar sangat jelas dan menggema.
Kami semua langsung berhenti. Kami diam di tempat masing-masing untuk mencari tahu dari arah manakah suara pukulan itu berasal. Dan ternyata suara pukulan itu berasal dari belakang ruangan yang berada di samping kiri Pak Witan.
Pak Witan mengarahkan senternya ke arah ruangan tersebut, namun beliau tidak menemukan apapun. Akan tetapi, tiba-tiba beliau berjalan sedikit cepat ke arah depan, dan kemudian belok ke arah kiri hingga tubuhnya pun lenyap terhalang dinding. Kami semua langsung menyusul dari belakang.
Ternyata ada jalan kecil yang mengarah ke belakang ruangang tersebut. Dan mengejutkan lagi, ternyata jalan kecil itu menghubungkan kami dengan sebuah lorong yang jauh lebih besar dari pada jalan lorong yang tadinya kami lewati. Benar-benar misterius sekali tempat itu.
Suara itu terdengar semakin dekat. Bunyinya semakin nyaring sekali. Aku bahkan sudah bersiap-siap dengan ketapel di tangan. Sementara Mardian dan Logi bersiap-siap dengan senjata api mereka. Mereka berjalan mengikuti Pak Witan dengan amat pelan, begitu juga denganku.
Pak Witan menoleh ke belakang untuk melihat apakah kami masih berada di belakangnya atau tidak. Sepertinya beliau juga mulai diserang oleh rasa takut.
Mardian menggerakkan kepalanya untuk bertanya kepada Pak Witan dengan bahasa isyarat, Pak Witan menjawabnya dengan muka sipit sembari menggeleng tidak tahu. Suara itu kini sudah semakin dekat sekali dengan kami.
Suara itu terdengar seperti orang yang memberontak untuk merobohkan jeruji besi penjara dengan tangan kosong. Dia terdengar terus memberontak seolah-olah ingin keluar dari jeruji tersebut. Begitulah bunyi suaranya yang kami dengar.
Aku terus berjalan pelan dengan hati dan perasaan yang bercampur aduk antara takut dan penasaran. Dadaku berdetak lebih kencang. Keringat mulai bercucuran deeas di dahi dan juga wajahku. Aku terus melihat ke depan menggunakan cahaya senter yang ada di kepalaku.
Pak Witan tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Beliau perlahan mundur ke belakang dengan sangat hati-hati sekali. Sementara Mardian dan Logi pun juga mengehentikan langkah mereka untuk menunggu Pak Witan tiba di dekat mereka.
Setelah Pak Witan sampai, beliau kemudian menggerakkan tangan seolah menggambarkan sesuatu dengan tangan nya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Dari bahasa isyarat beliau tersebut dapat ku pahami bahwa beliau sedang menjelaskan rupa sebuah makhluk yang memiliki wajah yang sangat buruk dan juga punya rambut yang panjang.
Mardian dan Logi bahkan juga terlihat kaget setelah mendengar penjelasan Pak Witan. Mereka kemudian perlahan-lahan mundur kebelakang untuk menemui ku. Sementara Logi berjalan mundur dalam posisi siaga dengan menodongkan senjata ke arah punca suara aneh itu berasal.
Kini suara aneh tersebut tiba-tiba berhenti. Pak Witan mulai menjelaskannya sekali lagi kepada kami. Dan ternyata beliau mengatakan bahwa di sana ada beberapa makhluk yang sedang berdiri memegang besi jeruji penjara, akan tetapi beliau belum sempat melihatnya dengan jelas. Di sana nampak banyak sekali warna merah seperti darah yang tergenang di lantai.
Setelah mendengar hal tersebut, untuk memastikannya, Mardian pun memberanikan diri untuk melihatnya sekali lagi. Sedangkan Logi bersiap-siap menodongkan senjatanya dari belakang untuk menjaga Mardian.