Khasanah budaya biasanya bermanifestasi ke berbagai rupa, mulai dari seni, tarian, arsitektur, kuliner, hingga peralatan sehari-hari. Tak terkecuali masyarakat Indonesia yang terbagi ke dalam berbagai macam suku beserta kebudayaannya. Salah satu suku yang memiliki kebudayaan kuat, dalam artian belum banyak tergerus modernisasi adalah Suku Dayak dari Kalimantan.
Hingga sekarang masyarakat di sana masih memanfaatkan hasil kebudayaan mereka yang memang berguna untuk kehidupan sehari-hari.
Salah satu manifestasi kebudayaan mereka adalah senjata. Senjata Suku Dayak ini terhitung sangat populer bahkan terkenal hingga di luar komunitas mereka sendiri. Alam Kalimantan yang masih dipenuhi hutan belantara menjadikan senjata tersebut masih sangat layak untuk digunakan.
Jika kalian berpikir bahwa Suku Dayak hanya memiliki Mandau sebagai senjata utamanya, maka kalian salah besar. Masih banyak senjata Suku Dayak yang lain dan artikel ini akan membahas satu persatu senjata tersebut. Mari simak penjelasannya di bawah ini gengs.
1. Mandau, Senjata Utama Suku Dayak
Dimulai dari yang terkenal. Mandau ini ibaratnya di Aceh adalah Rencong, Clurit bagi orang Madura, dan Jawa punya Keris. Senjata satu ini memang khas Dayak dan hanya ditemui di sana.
Dilihat dari bentuk, Mandau mirip dengan golok. Pada gagangya biasanya terdapat ciri khas berupa ornamen-ornamennya yang cantik. Bahkan beberapa mandau juga dihiasi emas dan perak.
Bagi Suku Dayak, Mandau adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Bentuk, berat, dan ukuran Mandau terhitung sangat cocok untuk menaklukkan hutan belantara Kalimantan.
Ia bisa menebas, memotong, bahkan membelah berbagai macam benda di dalam hutan. Menurut kepercayaan, Mandau sebagai senjata Suku Dayak dianggap memiliki kesaktiannya sendiri dan sangat sakral bagi orang Dayak. Makanya, bagi Suku Dayak senjata ini dijaga dan dirawat betul-betul.
2. Sipet, Sumpit Tradisional Suku Dayak
Senjata selanjutnya yang terkenal dimiliki oleh Suku Dayak adalah Sipet atau yang biasa disebut sumpit/tulup. Senjata ini berbentuk pipa panjang dengan lubang di tengahnya. Kadang pada ujung-ujungnya diberi ornamen untuk mempercantik rupa senjata ini.
Seperti sumpit pada umumnya, Sipet digunakan untuk menembakkan anak sumpit yang biasa disebut dengan Damek.
Meski untuk melontarkan damek tersebut hanya menggunakan tiupan, desain pipa Sipet yang sedemikian rupa bisa menembakkan damek hingga jarak 50-70 meter.
Kemampuan sumpit yang istimewa ini membuatnya sangat handal untuk digunakan saat berburu atau berperang. Belum lagi kadang damek dilumuri dengan racun ganas yang membuat korbannya bakal tak bernapas dalam waktu yang relatif cepat.
3. Lonjo, Tombak Khas Suku Dayak
Selain Sipet dan Mandau, Suku Dayak juga memiliki senjata yang namanya Lonjo. Bentuk dari Lonjo mirip dengan tombak pada umumnya. Lonjo kerap dibawa ketika berburu untuk melumpuhkan hewan buruan dalam jarak dekat. Sangat berbeda penggunaanya dengan Sipet yang diandalkan untuk melupuhkan target jarak jauh.
Lonjo sendiri terbagi atas mata tombak dan gagang tombak. Pada mata Lonjo kerap ditambahkan racun supaya daya serang senjata ini samakin fatal. Untuk gagang, biasanya memakai kayu-kayu khusus serta memiliki beberapa hiasan. Gagang tersebut kadang juga dibuat berongga yang bisa difungsikan sebagai sipet bila dalam keadaan terdesak.
4. Dohong, Belati Kecil yang Langka
Senjata terakhir Suku Dayak dalam daftar ini bernama Dohong. Di antara semua senjata Dayak, Dohong mungkin adalah yang paling asing di telinga masyarakat umum. Dohong sendiri memang sudah langka digunakan oleh mereka.
Dohong pada dasarnya adalah pisau biasa namun memiliki lekuk-lekuk unik. Fungsi senjata dari Dohong adalah untuk pertarungan jarak dekat. Ia dapat digunakan untuk menikam atau menusuk untuk menjaga diri serangan binatang buas.
Berikut tadi adalah ragam senjata Suku Dayak. Beberapa sangat terkenal dan beberapa lagi masih sering digunakan untuk kehidupan sehari-hari Suku Dayak.
Keberadaan senjata ini menjadi bukti bahwa masyarakat Suku Dayak memiliki caranya tersendiri untuk bertahan hidup hingga sekarang di belantara Kalimantan sebagai paru-paru dunia.