Meski demikian, Martin Luther yang merupakan tokoh reformasi Protestan yang lahir di kota Eisleben, Jerman pada 1483 dipercaya sebagai orang pertama yang mempopulerkan tradisi menyalakan pohon Natal. Saat itu, dia dalam perjalanan pulang di musim dingin setelah menyusun khotbah.
Di tengah perjalanan, dia dibuat kagum dengan pepohonan evergreen yang seperti cemara. Pepohonan itu dihiasi dengan berbagai ornamen di antaranya kerlap-kerlip bintang. Martin lantas membawa pulang pohon cemara untuk menunjukkan kepada keluarganya. Dia pun meletakkan pohon itu di ruang utama rumahnya.
Setelahnya, Martin Luther mengikatkan lilin-lilin pada dahan pohon tersebut. Tradisi ini kemudian ditularkan oleh imigran asal Jerman ke negara lain. Cusack menuturkan, dari situlah pohon Natal menyebar ke seluruh dataran Eropa ketika abad ke-18 diantaranya Austria, Prancis hingga Inggris.
Saat itu, hanya keluarga kerajaan Inggris saja yang menggunakan pohon Natal di dalam rumahnya. Sampai di tahun 1847, Pangeran Albert memberikan banyak pohon Natal ke sekolah-sekolah dan jbarak militer saat Natal. Hal itu akhirnya juga populer di antara kaum elit di Amerika Serikat.
Namun ada perbedaan ukuran pohon Natal di Eropa dan Amerika. Di Eropa, pohon Natal biasanya berukuran kecil hanya setinggi 120 cm. Akan tetapi, di Amerika, pohon Natal dibuat tinggi dari lantai sampai ke atap. Orang-orang pun mulai memberi banyak pernak-pernik pada pohon natalnya, mulai dari ornamen hingga kue-kue.
Sejak itu pula, pohon Natal jadi tradisi di Amerika Serikat. Sehingga, setiap orang pasti punya pohon Natal di rumahnya. Hal ini juga yang membuat banyak perusahaan akhirnya mulai memproduksi pohon Natal untuk bisa digunakan di dalam rumah.