Mungkin hal ini terjadi karena alasan memasak perempuan dengan laki-laki tuh emang beda. Sebagian besar perempuan umumnya memasak karena tuntutan sosial mereka. Sementara laki-laki umumnya bisa masak karena emang pengin masak. Dan itu bukanlah tuntutan untuk para laki-laki.
Nah, seseorang yng melakukan sesuatu tanpa tuntutan dan sesuai rencana biasanya akan mengerjakannya dengan sepenuh hati. Hal ini termasuk masakan atau makanan.
Karena alasan itulah dunia memasak juga dilakukan oleh laki-laki. Masak juga menjadi sarana mengembangkan diri sebagai kepuasan diri atas karya seni yang dibuatnya.
Koki profesional sendiri adalah profesi untuk menciptakan karya seni. Layaknya seorang pelukis, koki melakukan pekerjaannya untuk membuat masakan yang enak. Dan masakannya pun gak sekadar masakan gitu aja.
Koki profesional juga mendapat tuntutan untuk mengolah bahan makanan dengan komposisi, tingkat kematangan, konsistensi rasa, hingga penataan yang sangat penting banget. Hal itu sangat diperhatikan bagi mereka yang menggeluti profesi ini.
Jika hal ini terpenuhi dengan baik, jangan heran ya kalo harga sebuah makanan di restoran atau hotel dibanderol dengan harga tinggi.
Di balik itu, koki profesional juga punya tekanan sendiri. Terutama ketika harus menyiapkan makanan dalam porsi besar. Bahkan rasanya pun harus konsisten. Itu sulit, karena dibutuhkan ketelitian yang mumpuni untuk menyiapkan masakan yang seragam.
Belom lagi konsenstrasi saat platting sebelum makanan dihidangkan. Kamu bisa tanya langsung hal ini ke Chef Juna atau Chef Arnold deh. Hehehe.