Mengkaji Isu Maskulin-Feminim Dari Kacamata Psikologi di KALMnesia 2

Mengkaji Isu Maskulin-Feminim Dari Kacamata Psikologi di KALMnesia 2

Isu maskulin dan feminim masih menjadi pembahasan serta topik menarik untuk selalu dibahas saat ini. Dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh pada hari ini tanggal 10 Oktober 2021, KALMnesia 2 mengangkat tema talkshow : Keluar Dari Penjara Maskulin-Feminin. Ini bukan tentang gender, melainkan sisi mana yang paling banyak ada dalam diri, Feminin atau Maskulin.

Maskulin memang dianggap identik sebagai sifat khas laki-laki yang mana lebih menonjolkan pikiran sedangkan feminin dianggap khas perempuan yaitu segala hal dinilai memakai perasaan. Jika seseorang memilih untuk lari dari perasaan, itu artinya dirinya sedang mengaktifkan maskulin energinya. Sedangkan, jika seseorang lebih mementingkan perasaannya maka disitu sisi feminin bekerja.

Banyak faktor yang menentukan seseorang cenderung bersikap maskulin dan feminin. memaparkan kalau urutan kelahiran dalam keluarga, dimana Anda dibesarkan, dan model parenting yang diterapkan orangtua sangat berpengaruh untuk penentuan karakter.

Maskulin dan feminin tidak selalu dibedakan berdasarkan gender dominasi pria dan wanita. Menurut Caca Tengker, seorang psikolog, seperti yang dilansir VOI dari zoom talkshow pada Sabtu, 9 Oktober, ada juga wanita yang punya sisi maskulin lebih banyak, begitu juga dengan pria.

Talkshow Keluar Dari Penjara Maskulin-Feminin (Dok. Zoom)

“Sisi maskulin pada wanita bisa dilihat dari peran-perannya seperti memimpin, atau mengorganisir. Ada juga yang lebih banyak ke arah feminin, misalnya mengurus anak yang lebih banyak menggunakan perasaan,” Jelas Caca.

Selain itu, feminin dan maskulin tidak selamanya berbicara tentang sifat maskulin hanya dimiliki laki-laki, sebaliknya sifat feminin hanya dimiliki wanita saja. Tapi setiap orang memiliki dua sisi tersebut. Tinggal bagaimana cara seorang individu bersikap adil mengeluarkan energi maskulin dan feminin yang dimiliki.

Rory Asyari, presenter TV, Journalist, sekaligus seorang entrepreneur membagikan cara menyeimbangkan sisi maskulin dan feminin. Pertama, tergantung dari niat utama. 

“Jika niat utamanya mau baik, entah itu mau maskulin atau feminin ya udah niatnya baik aja,” kata Rory.

Kedua, perbanyak meditasi dan kelilingi diri dengan orang-orang yang memberi energi positif.

Terakhir, tidak perlu terlalu memikirkan untuk harus jadi feminin atau maskulin, cukup jadi orang baik saja maka akan otomatis hal-hal yang dilakukan mengarah menjadi baik.

Selebtwit sekaligus aktivis kesehatan seksual dan healthy relationship, Andrea Gunawan menyarankan seseorang untuk melakukan journaling. Baginya, journaling merupakan ajang merefleksikan diri karena dengan menulis, pikiran yang tertuang bisa lebih terlihat. 

Sedangkan bagi Caca Tengker, sebaiknya label-label feminin maupun maskulin tersebut tidak perlu dipakai untuk menilai diri sendiri. Cukup bereaksi sesuai dengan diri sendiri apa adanya tanpa mempertimbangkan label tersebut. 

Untuk itu, ada baiknya seseorang mengetahui kualitas feminin maskulin sehingga saat dihadapkan dengan situasi tertentu, nantinya orang tersebur bisa lebih tahu dan dimana harus menempatkan diri.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"