"Bisa didengar, bisa diraba, sesuatu yang tidak bisa kita lihatpun bisa kita yakini itu ada," kata Zastrouw, dikutip dari Detik.com.
Bramantyo Prijosusilo sendiri mengatakan bahwa Mbah Kodok sebenernya udah berniat 'menikah' dengan sang peri 6 tahun sebelumnya. Tapi, pernikahan Mbah Kodok baru terlaksana pada Oktober 2014 lalu dalam format happening art alias 'seni kejadian'.
Mbah Kodok pun setuju. Sampe kemudian Bramantyo memposing rencana pernikahan itu di Facebook. Gagasan itu akhirnya berhasil menghimpun dana hingga Rp150 juta. Undangan pun disebar ke desa-desa tempat tinggalnya di Ngawi hingga 800 undangan.
Lapangan-lapangan di desa itu kemudian menjadi parkir kendaraan bermotor yang tarifnya mencapai Rp5.000-10.000 per kendaraan. Prosesi pernikahan Mbah Kodok dan sang peri Roro Setyowati ini ternyata menggegerkan warga Kabupaten Ngawi.
Di balik itu, alasan Mbah Kodok menikahi peri Roro Setyowati adalah karena ingin menolong. Hmm ... unik juga nih.
Jadi katanya, Mbah Kodok ingin menolong sang peri yang rumahnya telah dirusak oleh manusia-manusia tak bertanggung jawab. Menurut pengakuan Mbah Kodok, pertolongan yang diberikan kepada peri Roro Setyowati ini merupakan persyaratan untuk menikah.
Mbah Kodok juga sempat menceritakan bagaimana pertemuannya dengan sang peri. Katanya, pertemuan keduanya dilakukan secara tidak sengaja, dan mungkin bakal serem juga nih gengs.
Mbah Kodok bercerita bahwa suatu hari dirinya sedang buang air di sungai yang airnya bening. Tapi, tujuan Mbah Kodok emang gak sekadar buang air besar aja sih, tapi dirinya juga mengumpan ikan karena hobinya mancing.
"Bukan sekadar berak, saya mengumpan ikan. Saya kan hobi mancing, ikan mana yang nggak mau," kata Mbah Kodok.
Ketika sedang buang air besar itulah dia 'ditegur' oleh sesosok makhluk halus yang berada di atasnya. "Dia bilang 'kurang ajar kamu di alas itu'. Dari situ saya ditegur, pada akhirnya untuk tidak buang air besar sembarangan," lanjut Mbah Kodok.
Nah, rumah peri Roro Setyowati ini sebenernya berada di hutan, tepatnya di Alas Begal, Ngawi. Sang peri pun tinggal di pohon beringin dan pohon kepok. Di Alas Begal juga terdapat Sendhang Ngiyom yang airnya banyak dan jadi lokasi pemandian sejak jaman penjajahan Belanda.
Tapi sayang, setelah reformasi, banyak pohon di Alas Begal itu dibabati. Area yang tadinya hutan pun berubah menjadi area persawahan. Karena itulah rumah peri Roro Setyowati rusak.
Terus, kira-kira kayak gimana sih penampakan dari peri Roro Setyowati? Apa cantik?
Mbah Kodok kembali bercerita bahwa usia sang peri kira-kira hampir 50 tahun, sudah agak tua katanya. Peri Setyowati juga menggunakan kemben, jarik, kebaya sederhana, dan suweng. Wajahya?
"Kayak wajah-wajah RA Kartini, wajahnya semacam itu," kata Mbah Kodok.
Ya begitulah kisah kisah pernikahan Mbah Kodok dengan peri Roro Setyowati, boleh percaya boleh tidak, yang pasti hal ini benar-benar pernah terjadi loh.