"Kamu mengajukan permohonan suaka pada Januari 2019 dan permohonan itu masih menunggu keputusan. Kami mendapati diri kami menghadapi kenyataan sehari-hari yang sangat sulit, kai tidak diizinkan untuk bekerja dalam pekerjaan tetap, kami menganggur dan kami tidak didukung oleh sistem kesejahteraan negara," kata Lital.
Akibat terus bepergian dan berpindah-pindah, pasangan ini pun mendapat masalah keuangan. Beban yang mesti ditanggung pun jadi bertambah. Mereka pun sempat menjadi 'gelandangan' selama setahun. Sementara tenda yang jadi tempat berteduh mereka rusak.
Mereka bertahan dengan menerima sumbangan makanan dan mengumpulkan sayuran yang ditinggalkan di lantai pasar. Semua cara tetap dilakukan untuk bertahan hidup, sementara permohonan suaka masih belum mereka dapatkan.
"Kami jadi sukarelawan mingguan dalam proyek penghematan makanan, mengambil sumbangan buah dan sayuran dari pasar," kata Lital.
Pasangan ini juga sempat diusir polisi dari tempat mereka berkemah. Lital menangis saat mencoba menjelaskan bahwa mereka tak ingin menjadi gelandangan seperti itu.
Pasangan ini juga terpisah dari keluarganya masing-masing. Bahkan mereka tak bisa berkomunikasi. Sebenarnya, Lital sudah didukung oleh keluarga Vinas untuk mengunjungi keluarganya di Israel. Namun demi keselamatan, mereka tak menghubungi siapa pun.
Pasangan ini punya harapan memiliki sebuah negara yang bisa menerima keduanya. Mereka cuma ingin menetap dan memulai kehidupan keluarganya.
"Untuk menemukan negara itu, kita butuh bantuan. Kami berada dalam keadaan yang sangat tidak pasti, tanpa sumber daya, dankami sepertinya kehabisan pilihan," ungkap Lital.
Itulah kisah haru pasangan menikah yang mungkin aja direstui orang tua. Tapi kalo nggak direstui negara, mereka harus siap dengan konsekuensi besarnya.