Tibet adalah negara yang berbatasan dengan China. Berada di kawasan Asia, kondisi geografis negara tersebut memang cukup ekstrem karena terdapat di wilayah dataran tinggi dan dikelilingi banyak pegunungan. Ketinggian rata-rata sekitar 4.500 meter. Benarkah karena letak geografis membuat pesawat tidak ada yang berani melintas?
Dilansir dari Simpleflying memang ada tiga alasan kenapa pilot pesawat tidak mau mengambil risiko menerbangkan pesawatnya di atas Tibet. Padahal di Tibet ada bandara bernama Lhasa dan Xining, yang menjadi bandara bagi pesawat yang memiliki rute menuju China.
1. Ketinggian
Pilot yang tidak terbiasa terbang di atas Tibet akan merasa kesulitan. Pilot pesawat khawatir tidak akan turun ke ketinggian yang aman dalam keadaan darurat. Alasan utama pesawat menghindari Tibet karena ketinggian rata-rata lebih dari 14.000 kaki.
Pesawat memang bisa terbang lebih tinggi namun dalam prosedur keadaan darurat, saat terjadi penurunan tekanan kabin, pesawat harus turun ke ketinggian 10.000 kaki, sebelum menuju bandara terdekat. Dengan kondisi wilayah Tibet yang tinggi, membuat pesawat tidak akan punya waktu untuk turun.
2. Turbulensi
Turbulensi dalam sebuah penerbangan adalah hal yang biasa. Namun risiko peningkatan turbulensi bisa semakin sering terjadi karena disebabkan oleh arus udara yang bergerak naik turun dalam kecepatan yang berbeda. Hal ini terjadi karena beberapa faktor mulai dari efek panas matahari, kondisi cuaca, dan pegunungan di Tibet.
Arus udara akan naik di atas pegunungan dan menciptakan arus yang bisa mengganggu penerbangan. Turbulensi itu bisa terjadi dalam rute manapun, namun potensi turbulensi semakin besar di wilayah pegunungan seperti Tibet.