Berorganisasi dalam partai politik adalah salah satu upaya warga negara sipil untuk aktif dalam kegiatan sosial politik. Tak terkecuali seorang pensiunan tentara dari kalangan militer. Mereka kembali menjadi warga sipil dan berhak masuk kedalam partai politik.
Sama seperti yang dilakukan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, setelah beliau pensiun dari dinas ketentaraan. Moeldoko berkehendak untuk aktif berpolitik di Indonesia. Tujuannya tentu untuk bekerja kepada rakyat yang sesuai dengan ideologi nasionalisme yang selama dipegang teguh militer Indonesia.
Partai Hanura waktu itu menjadi pilihan Moeldoko selepas pensiun di tahun 2015. Moeldoko masuk setahun setelah pensiun yaitu pada tahun 2016. Kebetulan partai ini juga dipimpin Jenderal TNI (Purn) Wiranto. Koleganya selama menjadi tentara. Untuk menghargai pengalaman beliau selama di tentara, awalnya Moeldoko menduduki posisi Anggota Dewan Pembina DPP Partai Hanura. Setahun kemudian karena sumbangsihnya, beliau terpilih sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina.
Kegiatan Moeldoko di partai berjalan dengan baik sehingga menarik Presiden Joko Widodo untuk menariknya sebagai Kepala Staf Kepresidenan pada 18 Januari 2018. Menggantikan Teten Masduki yang sekarang menjadi koordinator staf khusus kepresidenan.
Aktivitas Moeldoko di kepemerintahan membuat pikirannya terbelah. Pasalnya jabatan di Partai juga terhitung tinggi. Yaitu sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina partai. Tentu agar pihaknya fokus bekerja, harus ada satu posisi yang dikorbankan.
Kabarnya Moeldoko memilih untuk bekerja secara langsung di bawah instruksi Presiden Joko Widodo. Saat ini sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Sehingga Moeldoko harus melepaskan posisinya di Partai Hanura.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah berbicara dengan Moeldoko terkait rencana mundur dari jajaran partai. Alasannya adalah Meoldoko ingin fokus menyelesaikan pekerjaannya di KSP. Fokusnya bisa terpecah jika harus menopang amanah partai.