Setiap era selalu punya konsep yang sama, meskipun dari segi sinematografinya berbeda. Tema tentang seseorang yang bekerja di dunia industri entertaimen dan satu lagi orang yang mencari 'lampu' agar mengarah padanya. Dimana kedua orang yang punya kehidupan dan misi berbeda ini saling jatuh cinta sekaligus patah hati.
Jatuh cinta terhadap orangnya tapi patah hati karena industri yang berkuasa menuntut banyak hal dari seorang musisi atau aktor. Kurang lebih isu seperti ini cukup marak pada kehidupan para seleb Hollywood. Pernikahan yang berada 'diantara' : antara kisah cinta dan industri.
Simbiosis mutualisme memang terjadi, keduanya saling merasa untung. Tapi apa iya?
Dalam film "A Star is Born" sepertinya tidak begitu. Masih tetap berpijak pada mitologi lawas. Yang masih menebalkan konsep 'satu bintang bersinar dan yang lain mati'. Film ini sekaligus disutradarai oleh Bradley Cooper. Selain menjadi aktornya, ia juga punya andil dalam menulis naskahnya bersama Will Father dan Eric Roth.
Dengan durasi 135 menit film ini bisa menunjukkan kurang lebih musik yang menarik. Musik sebagai medium yang bisa dibuat berdasarkan kehidupan sehari-hari seseorang. Ally, ia mahir membuat susunan kata hanya lewat perenungan sekejap. Sedangkan Jackson Maine yang melankolis dan pecandu alkohol punya idola yang membuatnya keras mengejar mimpinya.
Film "A Star is Born" oleh para kritikus film dianggap sebagai film musikal yang lebih kental dengan kisah cintanya. Meskipun rupa-rupa kehidupan musisi dalam industri musik. Aransemen dan tata musiknya memang diakui baik. Disebut juga kental dengan melodrama gaya Hollywood. Pesannya sih cukup mengena. Bahwa mau jadi sebersinar apa kamu, tetaplah jadi diri sendiri!