Masyarakat di berbagai belahan dunia pasti memiliki sejarah yang menjadi cerita yang nantinya menjadi legenda. Sebelum akhirnya menjadi dongeng yang dituturkan kepada generasi penerus.
Apalagi masyarakat Yunani yang memang sudah kental dengan nuansa cerita rakyatnya. Dari sana kita mendengar kisah para dewa-dewa hingga dongeng-dongeng kepahlawanan. Begitu juga dengan tragedi-tragedi. Salah satunya adalah cerita rakyat batu menangis. Yang ceritanya berbeda jauh dengan legenda rakyat Indonesia.
Legenda Batu Menangis (The Weeping Rocks) dapat ditemukan di Gunung Sipylus, Manisa, Turki. Pada masa itu daerah Turki memang masih berada dalam kawasan kebudayaan Yunani Kuno. Penduduk setempat memberi nama Batu Niobe. Bentuknya memang seperti perempuan yang sedang menangis.
Niobe sendiri adalah putri Tantalus dan Euryanassa. Ia memiliki dua saudara, Brotea dan Pelops. Niobe adalah seorang ratu Thebes (kota utama di Boetia). Karena menikah dengan Amphion, Raja Thebes.
Niobe dan Amphion memiliki empat belas anak (Niobid). Pada sebuah upacara untuk menghormati Leto, putri dari putri dari titans Coeus dan Phoebe. Niobe menyombong bahwa ia lebih besar daripada Leto karena memiliki tujuh putra dan tujuh putri. Leto sendiri hanya memiliki dua anak yakni Apollo, dewa ramalan dan musik, serta Artemis, dewi keperawanan dan alam liar.
Leto tidak menganggap enteng ejekan ini. Sebagai pembalasan, ia mengirim Apollo dan Artemis ke bumi untuk membantai semua anak-anak Niobe. Apollo membunuh tujuh putra saat mereka berlatih atletik.
Ketika anak lelaki terakhir mau mati, Niobe sempat memohon untuk ampunan, tetapi anak panah sudah terlanjur meninggalkan busur Apollo, dan bocah itu tewas. Artemis juga membunuh ketujuh anak perempuan Niobe dengan anak panahnya yang mematikan.
Saat melihat putra-putrinya yang telah meninggal, Amphion entah melakukan bunuh diri atau juga dibunuh oleh Apollo karena ingin membalas kematian anak-anaknya. Bagaimanapun juga seluruh keluarga Niobe mati dalam hitungan menit. Tragis benar latar belakang cerita rakyat batu menangis ini.
Masih dalam keadaan tertegun, Niobe mengambil putri bungsu dalam pelukannya, lalu melarikan diri ke Mt. Siplyon di Asia Kecil (Turki). Di sana dia meminta kepada dewa untuk mengakhiri rasa sakitnya. Zeus lantas mengubahnya menjadi batu agar perasaanya juga ikut membatu.
Namun batu Niobe tak hent-hentinya mengeluarkan air mata. Anak-anak Niobe tidak dikubur selama sembilan hari karena Zeus telah mengubah semua orang dari Thebes menjadi batu. Hanya pada hari kesepuluh para dewa mengasihani dan memakamkan anak-anaknya.
Jika kalian sempat berlibur ke Turki, mampir lah ke lokasi cerita rakyat batu menangis ini. Karena kalian akan menemukan batu Niobe masih mengucurkan air mata hingga saat ini. Selain tentu menikmati keindahan Negara Turki seperti gambar-gambar di bawah.