Ahli forensik ternama Indonesia, Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti menceritakan pengalamannya saat diminta ikut menangani jenazah dari erupsi dahsyat Gunung Merapi yang terjadi pada 2010 lalu. Momen ini tampak dalam video YouTube yang dibagikan oleh Denny Darko.
Ketika itu, Dr. Hastry yang masih berada di Semarang mendapat perintah untuk ikut membantu penanganan di Yogyakarta. Namun sebelum ke Jogja, sang dokter sempat berkunjung ke beberapa wilayah lainnya di Jawa Tengah yang juga terkena dampak letusan.
Dia menceritakan di Yogyakarta memiliki lebih banyak korban meninggal dunia. Dokter Hastry yang merupakan dokter forensik mendapat tugas untuk mengidentifikasi jenazah para korban yang saat itu dipusatkan di RSUP Dr Sardjito karena memiliki kamar jenazah yang besar dan lebih baik.
Ahli forensik wanita pertama di Asia itu lantas mengungkapkan kalau seluruh tim forensik diharuskan menggunakan APD lengkap karena abu vulkanik yang bisa membahayakan pernapasan para petugas medis. Pasalnya, sebagian korban meninggal dalam kondisi tubuhnya tertutup abu vulkanik.
Hal ini yang membuat jenazah berwarna abu-abu dan kaku seperti patung. Memang selain lahar panas, kebanyakan korban juga dinyatakan meninggal karena menghirup debu vulkanik yang membuat sensasi terasa tercekik di pernapasan.
Beberapa hari setelahnya, Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti diminta melakukan identifikasi jenazah Mbah Maridjan. Juru kunci Gunung Merapi itu ditemukan tewas di kediamannya setelah tiga hari melakukan pencarian. Mbah Maridjan diperkirakan sedang istirahat saat erupsi menerjang tempat tinggalnya.
Publik pun sempat dibuat geger dan menyebut kalau jenazah Mbah Maridjan ditemukan dalam keadaan sujud seperti sedang melaksanakan salat. Namun kabar ini dibantah oleh dokter forensik Hastry yang melakukan pemeriksaan pada sang juru kunci. Dia menyebut Mbah Maridjan sedang istirahat.
“Kalau yang dikatakan kan dia seperti meringkuk atau bersujud kalau yang orang tahu,” kata Denny Darko yang dikutip dari kanal YouTube-nya.