Syekh Yusuf: Ulama dari Sulawesi yang Jadi Pahlawan di Afrika Selatan, Ini Jasa-jasanya

Taukah kalian, pada tahun 2017 silam, Afrika Selatan telah menobatkan Syekh Yusuf Tajul Khalwati sebagai pahlawan. Ia terlahir di Gowa, Sulawesi Selatan. 

Tentu saja ada alasan dibalik pemberian gelar pahlawan itu. Presiden Afrika Selatan saat itu, Jacob Zuma mengatakan kalo Syekh Yusuf ikut berjuang dengan masyarakat Afrika Selatan. Bahkan, mantan presiden Nelson Mandela sempat menyebut Syekh Yusuf sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik'. 

Akhirnya, nggak cuma di Afrika Selatan doang. Syekh Yusuf juga dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Agustus 1995 oleh Presiden Soeharto.

Buat kalian yang belum tau, Syekh Yusuf Tajul Khalwati atau Syekh Yusuf Almaqassari Al Bantani lahir di Gowa pada 3 Juli 1726. Ia adalah putra dari pasangan Abdullah dan Aminah. 

Melansir Liputan6, nama lahirnya adalah Muhammad Yusuf. Nama itu diberikan oleh Sultan Alauddin, penguasa Kerajaan Gowa pertama yang beragama Muslim. 

Nah, kok bisa sih sampai Afrika Selatan? Jadi, sebelum sampai sana, ia udah ke Sri Lanka terlebih dahulu. Ia waktu itu dibuang oleh pemerintah Belanda karena peawanannya pada pemerintah Belanda. 

Sejak di Sri Lanka pada 1684, ia aktif menyebarkan agama Islam sampai punya ratusan murid loh. Kebanyakan muridnya dari India Selatan.

Lalu, kabarnya Syekh Yusuf yang komunikasi sama pengikut di Indonesia sampai ke telinga pemerintah Belanda. Ia berkomunikasi lewat jemaah haji yang singgah Di Sri Lanka. 

Belanda kemudian mengasingkan Syekh Yusuf ke lokasi lain, yakni di Cape Town, Afrika Selatan pada Juli 1693. 

Sama saja, di sana Syekh Yusuf mendapat banyak pengikut dan terus berdakwah. Nggak tanggung-tanggung, ia juga ikut dengan masyarakat untuk melawan imperialisme bangsa Eropa di Afrika Selatan itu. 

Pada 23 Mei 1699, Syekh Yusuf meninggal dunia. Makamnya ada di Gowa. Di tempatnya dimakamkan juga ada pusara kerabat dan bangsawan kerajaan Gowa. 

Kabarnya, ia meninggal di Afrika Selatan. Tapi kemudian, Raja Gowa Abdul Jalil meminta kerangka jenazahnya untuk dipindahkan di Gowa pada 1795.