Apa yang tersirat di benak kamu saat mendengar kata Lawang Sewu?
Kamu pasti pernah mendengar gedung satu ini kan. Beberapa tahun lalu, gedung peninggalan Belanda ini sangat populer terutama di kalangan warga kota Semarang.
Bukan hanya karena sejarahnya yang panjang, arsitektur khas kolonial, tapi juga karena kisah-kisah seram yang menghantui gedung peninggalan Belanda ini.
Lawang Sewu adalah gedung bersejarah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang awalnya digunakan sebagai Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 m2.
Bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918.
Seiring waktu berlalu, Lawang Sewu kini berubah jadi tempat wisata sejarah. Kamu yang punya rencana mengunjungi Lawang Sewu, harus tau dulu sejarah Lawang Sewu ya.
Dari jauh saja gedung ini sudah nampak megah gengs. Namun, di balik kemegahan tersebut Lawang Sewu juga memiliki sisi kelam yang jauh dari kesan sebuah perkantoran.
Selain lantai satu dan dua berfungsi sebagai perkantoran, kantor ini juga memiliki ruang bawah tanah dan lantai tiga.
Lantai tiga berupa loteng dan ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai penjara bagi para tahanan di masa penjajahan.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang, ruang bawah tanah dan loteng ini menjadi penjara paling kejam bagi orang Netherland.
Di masa awal kemerdekaan Indonesia, tidak lantas membuat gedung ini jatuh ke tangan Indonesia. Lawang Sewu justru berubah menjadi medan pertempuran antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) dengan tentara Kempetai dan Kidobutai dalam peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang dari tanggal 14 Oktober sampai 19 Oktober 1945.