Peristiwa 10 November, Bukti Semangat Arek Surabaya Mempertahankan Kemerdekaan

Peristiwa 10 November, Bukti Semangat Arek Surabaya Mempertahankan Kemerdekaan

Peristiwa 10 November menjelma menjadi hari pahlawan karena tidak hanya memakan ribuan korban. Peristiwa 10 November ini membawa banyak kerugian dan kesedihan. Sebanyak 6.000-16.000 pejuang Indonesia gugur dan  lebih dari 20.000 terluka.

Diawali dengan insiden Hotel Yamato. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W. V. Ch Ploegman pada malam hari, pukul 21.00 pada tanggal 19 September 1945, yang mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru). Keesokan harinya, para pemuda Surabaya menjadi marah karena melihat bendera Belanda berkibar di hotel tersebut.

Hotel Yamato saat ini jadi hotel majapahit (ndonesiaexpat.biz)

Peristiwa perobekan bendera merah putih biru (bendera Belanda) di Hotel Yamato diredam dengan perjanjian genjatan senjata. Penandatangan gencatan senjata antara Indonesia dan Inggris pada 29 Oktober 1945 berhasil meredakan bentrokan yang dipicu. Tapi nyatanya tidak lama. Perang kembali berkecamuk di Surabaya.

Saat itu Belanda ingin kembali menguasai Indonesia. Belanda dengan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) membonceng Inggris yang datang atas nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Gak cuma melucuti senjata tentara Jepang. Inggris juga membantu Belanda untuk menguasai Indonesia.

Suasana saat pertempuran Surabaya (wikiwand.com)

Brigadir Jendral AWS Mallaby tewas di kawasan jembatan Merah Surabaya. Hal ini terjadi karena ada salah paham antara rombongan beliau dengan milisi Indonesia.  Tewasnya Mallaby membuat Inggris naik pitam.

Amarah rakyat Surabaya juga tersulut setelah ultimatum Inggris yang mengancam mereka untuk menyerah. Ultimatum tertanggal 10 November 1945 itu dikeluarkan Mayor Jendral Eric Carden Robert Mansergh, yakni pengganti Mallaby.

Beberapa hal  di atas yang mempelopori terjadinya peristiwa 10 November.

Peperangan semakin besar ketika ada tambahan kekuatan dari para santri. Resolusi Jihad yang dikeluarkan Pimpinan Ponpes Tebu Ireng yang juga pendiri NU KH Hasyim Asy’ari. Akhirnya seluruh santri di Jawa Timur berduyun duyun bergerak ke Surabaya. Santri dan golongan nasionalis (non santri) bersama sama bahu membahu melawan Inggris.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"