Menurut seorang ahli Antropolinguistik Universitas Pendidikan Indonesia, Mahmud Fasya, berpendapat bahwa jumlah bunyi di setiap bahasa Sunda itu berbeda-beda. Sehingga ketika seseorang belajar bahasa kedua, mereka akan sulit mengikuti bunyi-bunyian baru dan berbeda dari yang selama ini mereka lafalkan.
“Tidak ada dalam Sunda itu bunyi 'f' dan 'v'," ujar Mahmud.
Sebenarnya, kesulitan orang Sunda menyebut huruf “f” dan “v” juga kerap dialami penutur bahasa daerah lain dalam konteks berbeda. Misalnya orang Jawa sering menambahkan “m” di setiap kali mengucapkan huruf “b” atau warga Bali yang kesulitan melafalkan huruf “t” dengan tegas.
“Orang Jawa sering diledek nggak kuliah di ITB, tapi ITM yang artinya Institut Teknologi Mbandung,” jelas Mahmud.